Kehidupan manusia di dunia yang akan
bermuara pada kehidupan kekelan di akhirat, tidak bisa di jalani apa adanya, dalam
arti tanpa upaya untuk menjadikan manusia itu berkehidupan mulia sebagai mana
yang digariskan oleh Yang Maha Pencipta. Kemuliaan hidup manusia akan terwujud
jika kesejatian manusia berkembang sesuai dengan rentang usianya. Kesejatian
manusia itu terdiri atas komponen hakiakat manusia, potensi dasar manusia dan
zona kehidupan manusia.
Diantara manusia ada yang
bertanya dan berpikir secara mendalam, ingin mengetahui apa dan siapa
sebenarnya manusia itu. Banyak yang mencari-cari tentang kesejatian manusia.
Hal ini akan terlihat jika hakikat manusia itu diketahui. Hakikat manusia
adalah sebagai makhluk Allh yang berpanca citra, yaitu beriman dan bertaqwa
kepada Allah, diciptakan paling sempurna, paling tinggi derajatnya, sebagai
khalifah di muka bumi dan menyandang HAM (Hak Asasi Manusia). Kelima citra
manusia ini adalah keseluruhan komponen aspek diri manusia.
Manusia yang lahir di atas
dunia di lengkapi dengan potensi dasar kemanusiaan yang terdiri atas
unsur-unsur panca daya, yaitu daya taqwa, daya cipta, daya rasa, daya karsa dan
daya karya. Manusia dalam kehidupannya saat panca daya ini berkembang secara
optimal maka ia menjadi manusia yang berdaya guna dan bermanfaat bagi
sekitarnya.
Unsur-unsur kesejatian
manusia itu akan berkembang dalam zona kehidupan manusia, yaitu zona
kefitrahan, zona keindividualan, zona kesosialan, zona kesusilaan dan zona
keberagaman. Manusia sebagai hamba ciptaan Tuhan lahir dalam keadaan fitrah
suci dan mengandung potensi taqwa dan keburukan. Keduanya akan mempunyai peluang
yang sama dalam rentang kehidupan manusia. Sebagi seorang diri yang memiliki
kediriannya manusia hidupa dalam zona keindividualan, manusia itu unik berbeda
dengan manusia lainnya. Setiap manusia memiliki keunikan dan keberagaman
tersendiri bahkan dengan kembaran sekalipun. Sebagai bagian dari masyarakat dan
unsur dari masyarakat manusia hidup dalam wilayah kesosialan. Manusia yang
berkembang dengan baik akan hidup bermasyarakat; ikut berbaur dan bergaul
dengan masyarakat sekitar dimana manusia itu tinggal. Manusia yang hidup tanpa
merasa bagian dari masyarakat mengucilkan diri atau dikucilkan akan terhambat
secara sosial dan akan menjadi manusia yang hanya bisa sholeh secara individual
tanpa memiliki kesolehan sosial. Manusia dalam menjalani kehidupannya akan
berupaya menciptakan kehidupan yang aman dan damai; untuk mencapai keamanan dan
kedaian itu maka ia akan hidup dalam wilayah aturan dan keagamaan.
Tuhan telah menggariskan
bahwa kehidupan manusia akan berada pada lingkaran bahagia dan sengsara, masalah
dan solusi, menang dan kalah serta kebaragaman dan kekomplekan zona kehidupan
manusia. Lebih jauh Sang Maha Pencipta juga menegaskan bahwa dalam
kehidupannya, manusia (setiap saat) dihadapkan pada kondisi yang mengarah
kejalan kebaikan dan di sisi lain ke jalan kesesatan. Berbahagialah mereka yang
menempuh jalan kebaikan, dan celakalah mereka yang menempuh jalan kesesatan.
Mampukah manusia dalam kehidupannya memilih jalan kebaikan itu dan menghindar
diri dari jalan kesesatan? Jawabannya: disalanah letak perjuangan dan tantangan
kehidupan.
Manusia akan dihadapkan
pada kondisi dimana ia dituntut untuk memutuskan memilih kenikmatan sesaat yang
akan menjerusmuskan dirinya pada kesengsaraann yang berkelanjutan dan
berketerusan serta keabadian atau pada perjuangan yang menuntut kegigihan dan
kesungguhan untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi sehingga berakhir pada
kebahagiaan dan kenikmatan yang hakiki.
Secara tegas Tuhan yang
Maha Pemberi Petunjuk telah mengingatkan bahwa atas nama masa, manusia akan menyesal
dan mengumpati diri karena kekalahan dalam perjuangan dan menghadapi tantangan
kehidupan. Bahkan mereka memohon agar dikembalikan kedunia agar kembali
berjuang mengarungi tantangan kehidupan lagi sehingga tidak merana seperti yang
mereka rasakan. Penyesalan itu tidak akan menimpa manusia yaitu mereka yang
tetap mengembangkan hakikat kemanusia, potensi dan dalam zona kehidupannya.
Kemudian mereka juga berupaya untuk menjadi pribadi yang mulia diakui oleh
dirinya sendiri maupun masyarakat sekitar; karena ada manusia hanya mulia di
hadapan orang banyak tetapi kediriannya mengingkari kemuliaannya lantaran hanya
yang baik-baik muncul di permukaan, sengkan kesalahan dan kelemahan diri jauh
berda dalam palung diri dan diakui keadaannya. Kemudian manusia itu menularkan
kebaikan-kebaikan pada orang lain dimana saja ia barada; tidak hanya dalam
lingkungan rumah tangga tetapi juga dilingkungan tempat bekerja maupun
dilingkungan masyarakat. Terakhir manusia yang akan menjadi pemenang atas
perjuangan dan dalam menghadapai tantangan kehidupan ialah manusia yang
konsisten dalam pengembangan diri menuju manusia yang efektif dalam kehidupan
sehari-hari; menjadi manusia yang damai, berkembang, maju, sejahtra dan bahagia
dunia dan akhirat.
Padang, 26 September 2017
22.10 WIB