Tapi, versi emak semua itu tak ada teman. Jangankan untuk pergi makan
berduaan bertemunya mereka pun adalah sebuah takdir Tuhan yang dipertemukan
dengan kata dijodohkan. Tak ada makan makan berduaan, tak ada pacaran bahkan bersua
pun adalah keajabain Tuhan yang berkehendak. “romantis itu saat Emak dan
Almarhum Ayahmu di nikahkan dengan bentuk acara yang sederhana, tak ada pesta
tapi cuman doa dari malim kampung, saat itu aku rela dan Ayahmu kelihatan
Bahagia” tutur emak.
“Jangan mengaku kau romantis pada pasanganmu jika tidak menerima
kekurangannya, banyak orang yang suka dengan kelebihan seseorang tapi tidak
suka dengan kekurangannya, padahal terkadang retaknya rumah tangga itu karena
kekurangan masing-masing, Emak orang
yang super cerewet suka mengomel apalgi jika sudah PMS, tapi Ayahmu dengan
tenang mendengarkannya semua. Kadang jika sudah tak kuat ia mendengarkan
repetan Emak ia pergi ke warung kopi. Jika sudah agak reda maka Ayahmu balik
lagi kerumah itu sewaktu kalian belum lahir. Tapi Emak juga tidak mengunggkit-ungkit
bagaimana latar belakang Ayahmu yang hidupnya mulai dari SD bahkan tidak tamat
sudah mandiri mancari untuk kehidupan bahkan juga menyisihkan untuk kakek
nenekmu. Maklumlah umur 1 tahun lebih Nenekmu meninggal dan Kakekmu menikah
lagi. Sehingga untuk membayangkan wajah Nenekmu pun Ayah mu tak dapat
melakukannya. Emak masih ingat sewaktu menikah dulu bajunya cuman 3 helai dan
celananya 2 helai cuman itu tak lebih dan asal kau tahu jai satu diantaranya
ibu hanyutkan di sungai karena sudah sangat tidak layak pakai. Tapi Emak tidak
menyalahkan keadaan itu” kenang Emak.
“Mahar, heheheh (tersenyum datar) sampai sekarang Almarhum Ayahmu belum
melunasinya tapi Emak sudah mengiklaskannya karena ketulusan dan kerja keras
Ayahmu lebih dari itu semua. Emak masih ingat dulu awal mulai menikah jangankan
untuk perhiasan dan lainnya hudon (kuali) pun tak ada nak, (mata ibu
berkaca-kaca) kami tidak mengeluh kami berdua saling menguatkan maka Emak
meminjam hudon Uakmu untuk kami memasak nasi”. “terus orang Emak dimana tidur”
tanyaku. “oh iya, ibu lupa kami baru-baru menikah sering tinggal di hauma
(ladang tadah hujan) buat sopo (gubuk) di sana dan tidur di sopo itu. Sekali-sekali
pulang ke kampung. Dan kami terus saling menguatkan dan sama bertekad untuk
kehidupan yang lebih baik. Saat luka, asli luka, luka fisik karena pahat atau
parang maupun luka batin karena ejekan dan celaan dan kami saling bersama
saling menggenggam tekad, itu lebih romantis
dari yang Emak ingat hingga sekarang. Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar