Minggu, 16 Juli 2017

R O M A N T I S (versi Emak)




Saya terharu mendengar bagaimana emak bercerita romantis versinya dengan almarnhum Ayah. Barangkali kalau kita bertanya pada muda mudi bagaimana romantis diungkapkan mungkin dengan segera kita akan mendengar jawaban romantis itu diajak cowok makan malam, di kasih kejutan atau di kasih bunga. Bisa jadi kita juga akan mendengar romantis itu jika setiap bangun tidur di chat dan diingatkan untuk makan, minum, tidur, solat atau yang lainnya. 


Tapi, versi emak semua itu tak ada teman. Jangankan untuk pergi makan berduaan bertemunya mereka pun adalah sebuah takdir Tuhan yang dipertemukan dengan kata dijodohkan. Tak ada makan makan berduaan, tak ada pacaran bahkan bersua pun adalah keajabain Tuhan yang berkehendak. “romantis itu saat Emak dan Almarhum Ayahmu di nikahkan dengan bentuk acara yang sederhana, tak ada pesta tapi cuman doa dari malim kampung, saat itu aku rela dan Ayahmu kelihatan Bahagia” tutur emak.


“Jangan mengaku kau romantis pada pasanganmu jika tidak menerima kekurangannya, banyak orang yang suka dengan kelebihan seseorang tapi tidak suka dengan kekurangannya, padahal terkadang retaknya rumah tangga itu karena kekurangan masing-masing,  Emak orang yang super cerewet suka mengomel apalgi jika sudah PMS, tapi Ayahmu dengan tenang mendengarkannya semua. Kadang jika sudah tak kuat ia mendengarkan repetan Emak ia pergi ke warung kopi. Jika sudah agak reda maka Ayahmu balik lagi kerumah itu sewaktu kalian belum lahir. Tapi Emak juga tidak mengunggkit-ungkit bagaimana latar belakang Ayahmu yang hidupnya mulai dari SD bahkan tidak tamat sudah mandiri mancari untuk kehidupan bahkan juga menyisihkan untuk kakek nenekmu. Maklumlah umur 1 tahun lebih Nenekmu meninggal dan Kakekmu menikah lagi. Sehingga untuk membayangkan wajah Nenekmu pun Ayah mu tak dapat melakukannya. Emak masih ingat sewaktu menikah dulu bajunya cuman 3 helai dan celananya 2 helai cuman itu tak lebih dan asal kau tahu jai satu diantaranya ibu hanyutkan di sungai karena sudah sangat tidak layak pakai. Tapi Emak tidak menyalahkan keadaan itu” kenang  Emak. 


“Mahar, heheheh (tersenyum datar) sampai sekarang Almarhum Ayahmu belum melunasinya tapi Emak sudah mengiklaskannya karena ketulusan dan kerja keras Ayahmu lebih dari itu semua. Emak masih ingat dulu awal mulai menikah jangankan untuk perhiasan dan lainnya hudon (kuali) pun tak ada nak, (mata ibu berkaca-kaca) kami tidak mengeluh kami berdua saling menguatkan maka Emak meminjam hudon Uakmu untuk kami memasak nasi”. “terus orang Emak dimana tidur” tanyaku. “oh iya, ibu lupa kami baru-baru menikah sering tinggal di hauma (ladang tadah hujan) buat sopo (gubuk) di sana dan tidur di sopo itu. Sekali-sekali pulang ke kampung. Dan kami terus saling menguatkan dan sama bertekad untuk kehidupan yang lebih baik. Saat luka, asli luka, luka fisik karena pahat atau parang maupun luka batin karena ejekan dan celaan dan kami saling bersama saling menggenggam tekad,  itu lebih romantis dari yang Emak ingat hingga sekarang. Bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar