Sabtu, 18 Juni 2016

CERITA LEPAS
“SUBUH KALI INI”

Jumat,  3 Juni 2016 subuh kali ini nampaknya berbeda dengan subuh biasanya. Masjid Kemenangan yang terletak di jantung Perumahan di kawasan siteba padang, ada yang lain dari subuh biasanya. Bukan karena imamnya berganti dengan Hani Ar Rifa’i, Musya’ari Al Afasi, atau syeikh As Sudais. Bukan pula karena muazzinnya yang berganti, atau pengurus masjidnya. Tapi disubuh kali ini ada yang berbeda dari biasanya.


            Embun subuh segar dan sejuk masuk keparu-paru hamba-hamba yang merindukan pertemuan dengan Tuhannya, berjalan dengan cekatan menuju ke satu arah memenuhi panggilan dari bilik-bilik adzan. Semuanya bergegas bangkit dari tidur nyenyak, melakukan perlawanan dengan godaan selimut hangat, bantal empuk, dan juga kasur nikmat. Mereka melepaskan belenggu-belenggu syaiton dari mata, tangan kaki dan juga  badannya. Menyucikan badan membersihkan batin bersiap untuk mendirikan solat subuh.

            Semuanya tampak biasa, ketika memasuki pintu masjid, memuji keagungan Allah seraya merendahkan diri dan memohon ampun padaNya. Melaksanakan solat qabliyah subuh 2 rakaat. Muazzin memberi aba-aba dengan iqomah bahwa solat subuh akan di laksanakan. “Qod qomatissolah tu qod qomatissolah.....”


            Ustadz Regar maju memimpin solat, mengingatkan shof diluruskan tumit dirapatkan, bahu di rekatkan untuk kesempurnaan solat berjamaah. (dengan cara itu maka di Masjid tidak ada batas antara status sosial, pekerjaan dan jabatan. Kita melebur menjadi satu hamba Allah yang mengaku lemah di atas KeagunganNya, dan jika diterima saudara disebelah kiri dan kanan sebagai suatu persamaan akan terasa indahnya persaudaraan yang dibina atas dasar iman dan ketaqwaan.

            “Allahu Akbar”, Ustadz Regar mendirikan takbiratul ikhrom memulai solat. Bacaan Alfatihahnya sayup-rendah lembut-tinggi merasuk kehati setiap yang mendengarkannya. Kemudian dilanjutkan dengan surah as Sajadah. Alif Lam mim di baca meresap syahdu ke ulu hati. Perlahan dan pasti ayat-ayat dibacanya bagi sebagian yang faham dengan artinya matanya berkaca-kaca seraya mengingat kesalahan di atas ke Maha AmpunanNya, Mengingat kekhilafan di atas sifatNya yang  Mengazab dengan Azab yang Amat pedih. Seterusnya ayat-demi ayat di lanjutkan perlahan suaranya makin terisak, pada ayat 7 bacaannya menginsafkan hati-hati yang hidup. Sampai ayat 8, suaranya makin parau, pada ayat ke 9 tangis dari depan mulai pecah. Saya tidak kuat untuk membendung air mata, ia mengalir begitu saja sembari mendengarkan bacaan Sang Imam. Bacaannya bergetar dan sambil terbata-bata berat melanjutkan ayat ke 10, kembali Ia terisak. Aku hanya bisa pasrah mendengarkan sambil merenungi dan meresapi bacaannya. Dan pada saat ayat ke 12 Ia sulit untuk melanjutkan tertahan oleh sesegukan Sang Imam. Di sebelah kanan, kiri belakang semunya terdengar isakan menahan haru dan takut menyimak ayat yang di hadirkan. Semuanya hening untuk sesaat. Terasa sekeliling masjid dikelilingi embun subuh menyelimuti hati yang berkabut membasahi hati jamaah. Sejurus kemudian Sang Imam melanjutkan sampai bacaan Sajadah.

            Setelah selesai solat suara sekeliling masjid berdengung seperti lebah, ada yang terisak-isak, ada yang menyapu-nyapu air matanya, dan ada tersungkur sujud kembali. Setelah selesai berdoa, Marbot menanyakan pada Sang Imam kenapa Solat subuh ini berbeda dari subuh biasanya, Ia menjawab “ Seakan aku mendengar jeritan di Neraka”.

Padang, 19 Juni 2016
Meja Kayu, Masjid Darul Falah
07.12 Wib


            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar