Selasa, 20 Januari 2015

Hukum Zakat Tambang Emas


Hukum Zakat Tambang Emas
1.             Pengertian Zakat
Zakat secara etimologi berasar dari bahasa arab yaitu kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik,[1] safwatu asysya’i (jernihnya sesuatu)[2], dan al-madu (pujian)[3].  Pengertian zakat secara etimologi ini terangkum dalam firman Allah Surat At-Taubah ayat 103:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=t
Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka” (at-Taubah: 103)

Ayat tersebut bermaksud bahwa  zakat itu akan membersihkan, mensucikan dan menumbuhkan pahala orang yang melaksanakannya.[4] Menurut Wahbah Az-Zuhaili zakat menurut etimologi berarti bertumbuh, dan bertambambah, dan kata ini sering diucapkan dengan makna thaharah (suci).[5] Allah SWT berfirman dalam surat Asy-Syami ayat 9:
ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ
Artinya : sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu” (asy-Syams: 9)

Zakat secara terminologis  para ulama memberikan rumusan yang berbeda-beda, diantaranya mengeluarkan harta secara khusus kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Artinya orang yang sampai nisab dan syarat zakatnya, maka diwajibkan baginya untuk memberikan sebagian harta yang dimilikinya kepada orang yang berhak menerimanya.[6] Kata zakat dalam arti terminologis oleh al-Qur’an disebut 30 kali, yaitu 27 kali disebut dalam satu konteks dengan shalat, dan dari 30 kali sebutan tersebut, terdapat 8 sebutan yang berada pada surat-surat yang turun di Mekkah dan sisanya  berada pada surah-surah yang turun di Madinah.[7] “mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus yang telah mencapai nisab yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya”.[8]
Hanafi mendefenisikan zakat dengan : ”Menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang  yang khusus yang ditentukan oleh syari’at karena Allah SWT”.[9] Menurut Syafi’i zakat adalah  sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh seseuai dengan cara khusus.[10] Sedangkan hambali berpendapat zakat adalah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus dan waktu yang khusus.[11] Dengan demikian penulis menarik kesimpulan bahwa zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at.
2.             Dasar Hukum Zakat
Zakat merupakan fardhu ‘ain bagi orang-orang yang telah cukup syarat-syaratnya.[12] Zakat diwajibkan di Madinah pada bulan syawal tahun kedua hijriah. Zakat diwajibkan setelah puasa ramadhan Zakat Fitrah diwajibkan. Tetapi zakat tidak diwajibkan oleh para Nabi. Pendapat ini disepakati para Ulama karena zakat dimaksudkan sebagai penyucian untuk orang-orang yang berdosa, sedangkan para Nabi terbebas dari hal demikian. Lagi pula mereka mengemban titipan-titipan Allah SWT, disamping itu mereka tidak memiliki harta dan tidak diwarisi.[13] Kewajiban zakat itu bila ditinjau dari kekuatan hukumnya sangat kuat karena mempunyai dasar hukum nas yang sudah pasti, seperti tersebut dibawah ini:
a.                  Al-Qur’an
Diantara firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 267:
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Al-Baqarah : 267)
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT memerintahkan untuk mengeluarkan zakat sebagian dari hasil usaha seperti perdagangan dan sebagian dari apa yang telah Allah keluarkan dari perut bumi seperti emas dan perak termasuk kedalam tanaman-tanaman yang ditanam.[14] Perintah zakat juga terdapat dalam firman Allh dalam surat at-Taubah ayat 103:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya :“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (At-Ataubah: 103)
Fuqaha berpendapat bahwa maksud dari ayat ini adalah zakat yang hukumnya wajib dan juga mencakup seluruh harta benda, itulah sebabnya mengapa Abu Bakar memerangi kaumnya yang tidak mau untuk mengelurakan zakat.[15]
b.      Hadist
Kewajiban melaksanakan zakat dijelaskan oleh rasul dalam sabda Beliau diantaranya hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim di bawah ini:
بني الاسلا م على الخمس شهاد ت ان لااله الاالله وان محمدا الر سو ل الله واقا م الصلاة وايتاءالز كا ة والحج والصوم الرمضان
Artinya  Dari abnu umar r.a katanya rasulullah SAW bersabda: dasar islam itu ada lima perkara: mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan mengakui Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan berpuasa pada bulan ramadhan (HR: Bukhari).[16]
Dalam hadist ini denganjelas diterangkan oleh Rasulullah bahwa zakat merupakan salah satu pilar Islam, sehingga belumlah dikatakan seseorang itu sebagi muslim apabila belum menegakkan salah satu pilar tersebut yaitu mengeluarkan zakat. Jadi jelaslah zakat adalah merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan bila telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh agama.[17]
c.       Ijma’
Adapun dalil berupa ijma’ ialah adanya kesepakatan semua (ulama) umat islam di semua negara kesepakatan bahwa zakat adalah wajib. Bahwa para sahabat Nabi SAW sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan untuk mengeluarkan zakat. Dengan demikian barang siapa mengingkari kefardhuannya, berarti dia kafir atau jika sebelumnya dia merupakan muslim yang dibesarkan di daerah muslim maka ia murtad. Kepadanya diterapkan hukum-hukum orang murtad. Seseorang hendaknya menganjurkannya untuk beraubat. Anjuran itu dilakukan sebanyak tiga kali. Jika dia tidak mau bertaubat, maka mereka harus dibunuh.[18]
3.      Rukun dan  Syarat Zakat
a.              Rukun Zakat
Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagkian dari nisab[19] (harta), dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai orang fakir, dan menyerahkan kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya yakni imam atau orang yang bertugas memungut zakat.  Adapun yang termasuk rukun zakat adalah:
1)     Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagian harta yang dikenakan wajib zakat;
2)     Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (Amil Zakat);
3)     Penyerahan amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.[20]
b.             Syarat Zakat
Walaupun zakat merupakan salah satu rukun islam yang lima, namun tidak semua orang wajib mengeluarkannya, sebab ada syarat-syarat serta ketentuan yang mewajibkan. Dengan demikian zakat baru wajib dilaksanakan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Begitu pula sebaliknya tidak wajib mengeluarkan zakat bagi orang-orang yang mempunyai harta yang belum memenuhi syarat-syarat wajib zakat.
Namun sebelum penulis jelaskan lebih lanjut sebagai landasanny akan penulis kemukakan pendapat para ahli, diantaranya:
1)     Ibnu Ruyd menjelaskan “para ulama telah sepakat bahwa zakat itu wajib atas setiap orang islam baligh berakal, memiliki harta senisab dan harta itu merupakan milik sempurna”[21]
2)     Hasbi as-Syiddiqi juga menjelaskan bahwa ”syarat-syarat wajib zakat yang disepakati ulama yaitu: merdeka, telah sampai umur, berakal, dan sampai senisap[22]
Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut jumhur ulama syarat wajib zakat adalah: merdeka, muslim, baligh, berakal, kepemilikan harta yang penuh, mencapai nisab,dan mencapai haul.[23] Pada saat berkumpulnya syarat-syarat di atas  maka tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan dan menjalankan kewajiban zakat.
a)      Syarat Wajib Zakat
1.     Terkait dengan orangnya
a.       Islam
Ijma’ ulama zakat tidak wajib bagi orang kafir karena zakat merupakan ibadah maghdhah yang suci, sedangkan orang kafir bukan orang suci. Berbeda dengan mazhab syafi’i, mereka mewajibkan orang murtad untuk mengeluarkan zakat hartanya sebelum riddah terjadi, yakni harta yang dimilikinya ketika dia masih menjadi seorang muslim. Riddah menurut syafi’i tidak menggugurkan kewajiban zakat sebab orang murtad sama dengan orang kafir.[24]
b.      Merdeka (al-Huriyah)
Keharusan merdeka bagi wajib zakat menafikan kewajiban zakat terhadap hamba sahaya. Hal ini sebagai konsekuensi dari ketiadaan hak milik yang diberikan kepadanya. Demikian halnya hamba sahaya yang telah diberikan kesempatan kepadanya untuk memerdekakan  dirinya dengan tebusan, karena ia belum secara sempurna memiliki apa yang ada padanya. Dalah hal ini jumhur fuqaha tuannya lah yang punya kewajiban untuk mengeluarkan zakat dari harta yang ada pada hamba sahayanya tersebut.[25]
c.       Baligh dan Berakal
Dalam masalah ini menurut mazhab hanafi, keduanya dipandang sebagai syarat. Dengan demikian zakat tidak wajib diambil dari harta anak kecil dan orang gila karena keduanya tidak wajib mengerjakan ibadah. Menurut jumhur ulama keduanya tidak termasuk syarat, oleh karena itu zakat wajib  dikeluarkan dari harta anak kecil dan orang gila, zakatnya dikeluarkan oleh walinya.[26]
2.     Syarat Wajib Zakat Pada Harta
a.       Milik Sempurna
Yang dimaksud dengan milik sempurna adalah harta yang tidak ada didalamnya hak orang lain yang wajib dibayarkan. Atas dasar itu seseorang yang memiliki harta yang cukup satu nisab, tetapi karena ia masih memiliki hutang pada orang lain yang apabila dibayarkan  sisa hartanya tidak lagi mencapai satu nisab, maka dalam hal ini tidak wajib zakat padanya, karena hartanya bukanlah miliknya secara sempurna. Orang tersebut tidak dapat disebut sebagai orang kaya melainkan orang miskin.[27]
Menurut hanafi milik sempurna adalah milik yang ada dalam genggaman atau yang dikuasai, karena itu tidaklah wajib zakat pada orang yang berhutang yang padanya harta itu untuk orang lain.[28]
b.      Cukup Nisab
Satu nisab adalah cukupnya jumlah yang ditetapkan syara’ pada jenis harta yang wajib dibayarkan zakatnya. Seperti emas yang nisabnya 20 dinar yang sebanding dengan 92 gram, perak niabnya 200 gram dan tanaman nisabnya 5 wasaq bila sudah dibersihkan. Apabila emas sudah sampai 92 gram, perak 200 gram dan tanaman 5 wasaq yang sudah dibersihkan berarti sudah sampai satu nisab.
c.       Sampai Haul
Haul adalah perputaran masa selama satu tahun atau dua belas bulan. Harta yang sudah cukup senisab baru wajib dizakati jika sudah sampai satu tahun yang dimiliki secara sempurna. Pendapat ulama terhadap masalah ini tidak jauh berbeda, dimana haul dijadikan syarat dalam zakat selain zakat tanaman dan buah-buahan.
Adapun untuk kedua hal tersebut berarti zakat diwajibkan pada setiap munculnya buah-buahan selama aman dari pembusukan dan sudah bisa dimanfaatkan meski belum panen.[29]  Persyaratan ini hanya untuk binatang ternak, perak, emas, dan hasil perniagaan yang dapat dimasukkan kedalam istilah modal. [30]
d.      Berkembang
Ketentuan tentang harta yang wajib dizakatkan adalah bila harta itu berkembang dengan sendirinya atau dikembangkan dengan sengaja. Pengertian berkembang ini adalah pendapatan keuntungan investasi, atau pun pemasukan yang sesuai dengan istilah perpajakan sekarang.[31]
e.       Berlebih dari Kebutuhan Pokok
Jika seluruh kebutuhan yang dibutuhkan dalam keseharian sudah terpenuhi. Harta yang wajib dizakatkan terlepas dari hutang dan kebutuhan pokok sebab orang yang sibuk mencari harta untuk kedua hal ini sama dengan orang yang tidak mempunyai harta. Kebutuhan pokok disini adalah harta yang secara pasti bisa mencegah seseorang dari kebinasaan. Misalnya nafkah, tempat tinggal, peralatan perang, pakaian yang diperlukan untuk melindungi dari panas serta dingin serta pelunasan hutang.
f.       Harta Tersebut Bukan Hasil Hutang
Hutang yang menghabiskan jumlah nisab harta atau menguranginya sehingga tidak ada lagi untuk melunasi hutang selain dari nisab mencegah kewajiban zakat. Jumlah hutang tidak mencegah kewajiban zakat ketika harta bertambah melibihi jumlah hutang dan telah mencapai nisab. Akan tetapi jika jumlah hutang tersebut sama dengan julah zakat atau kurang, inilah yang mencegah kewajiban untuk mengeluarkan zakat.[32]   
4.      Macam-Macam Harta yang Wajib Dizakatkan
Zakat menurut garis besarnya terbagi menjadi dua, yaitu zakat harta atau   biasa disebut zakat mal dan zakat jiwa atau biasa disebut zakat fitrah.
a.       Zakat Mal
Zakat mal merupakan bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum), yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki dalam jangka waktu tertentu dan dalam jumlah minimal tertentu.[33] Di dalam Alqura’an Allah SWT tidak merinci secara ditail tentang harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Alquran tidak menjelaskan tentang kadar prosentase kewajiban zakat tersebut. Tetapi Allah telah memberikan amanat kepada Rasulnya Muhammad SAW untuk menjelaskan dan merinci hal tersebut, dalam bentuk sunah, baik yang qauliyah, maupun amaliah. Hal ini merupakan perwujudan firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 44:
 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ
Artinya: “Dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada merekan supaya mereka memikirkan (An-Nahl: 44)
Pada mula-mula zakat difardukan tanpa menyebutkan secara gamblang tentang harta apa saja yang harus dizakati, demikian juga dengan ketentuan kadar zakatnya. Syara’ hanya menyuruh mengeluarkan zakat demikian keadaan itu berjalan hingga tahun ke dua hijriah, dan mulai dari tahun hijriah inilah syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan, serta kadarnya masing-masing.[34]
Adapun mengenai harta kekayaan yang wajib dizakatkan adalah:
1.   Zakat Nuqud
Para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan pengertian nuqud. Al-Syayyid Ali mengertikan dengan semua hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan trasnsaksi, baik dinars,emas, dirham, perak, maupun fulus tembaga. Sementara al-Kafrawi mendefinisikan dengan segala seseuatu yang diterima secara umum sebagai media pertukaran dan pengukur nilai.
Mengenai zakat nuqud ini Allah menjelaskan dalam alquran surat at-Taubah ayat 34:
 $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcrÝÁtƒur `tã È@Î6y «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (at-Taubah: 34)
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa mengeluarkan zakat dari emas dan perak wajib hukumnya.  Para Fuqaha  sepakat bahwa nuqud wajib dikeluarkan zakatnya baik nuqud yang berupa potongan,yang dicetak, bahkan yang berbentuk bejana. Syara’ telah menegaskan bahwa emas dan perak yang wajib dizakati ialah emas dan perak yang sampai nisabnya dan telah cukup setahun dimiliki, terkecuali emas dan perak yang baru diperoloh dari galian, maka tidak disyaratkan cukup setahun.[35]
2.   Binatang Ternak
Jumhur ulama sepakat bahwa binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah unta, sapi, kerbau, dan kambing. Adapun syarat binatang ternak wajib dizakati adalah:
a.       Jumlahnya mencapai nisab;
b.      Telah melewati masa satu tahun;
c.       Digembalakan di tempat penggembalaan umum, yakni tidak diberi makan di kandangnya kecuali jarang sekali;
d.      Tidak digunakan untuk keperluan pribadi pemiliknya, seperti untuk mengangkut barang, membajak sawah dan sebagainya.[36] Nisab ternak dan kadar zakat antara satu dengan yang lainnya berbeda namun karena pembahasan penulis tidak menyangkut pada zakat binatang ternak maka penulis tidak menguraikannya.
3.   Tumbuh-Tumbuhan (Hasil Pertanian)
Dalil yang menunjukkan adanya kewajiban zakat atas hasil pertanian adalah firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 267:
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"  (al-Baqarah: 267)
Ayat ini memerintahkan untuk mengeluarkan zakat dari apa yang dikeluarkan dari bumi.
4.   Harta Perdagangan
Yang dimaksud dengan harta perdagangan adalah semua bentuk harta yang diproduksi untuk dijualbelikan dengan bermacam-macam cara dan membawa kenaikan dan manfaat dan manfaat bagi manusia.[37]
Mengenai zakat tizarah ini ulama zahiririyyah berbeda pendapat bahwa tidak wajib dikeluarkan zakatnya atas harta perdagangan. Adapun syarat harta menjadi tijarah menurut Ibnu Qudamah yang dikutip oleh as-Syayyid Syabiq dalam fiqh as-Sunnhnya ada dua macam syarat yaitu:
a.       Hendaklah dimiliki secara nyata seperti  jual beli;
b.      Hendaklah ketika dimiliki itu diniatkan untuk diperdagangkan.
Disamping kedua syarat tersebut harta perdagangan itu juga harus mencapai nisab dan haul. Adapun nisabnya adalah seharga 20 mitsqal emas atau 94 gram emas murni sedangkan kadar zakatnya adalah 2,5 %.[38] Cara mengeluarkan zakat dagang terebut menurut maimun bin Mihram, Hasan al-basri dan Ibrahim Naba’i yang dikutip oleh Yusuf al-Qardawi dalam bukunya Fiqh az-Zakat adalah sebagai berikut:
Apabila sudah waktu mengeluarkan zakat hitunglah berapa jumlah uang kontan yang ada, barang yang ada dan hitunganlah nilai barang itu secara piutang yang ada pada orang yang mampu, kemudian keluarkanlah hutangnya, baru dikeluarkan zakatnya.
5.   Zakat Barang Tambang dan Temuan
Ada beberapa hal yang diperselisihkan para Fuqaha, yaitu makna barang tambang (ma’dim), barang temuan (Rikaz), atau harta simpanan (Kanz). Jenis jenis barang tambang yang wajib dikeluarkan zakatnya, dan kadar-kadar zakat untuk setiap barang tambang dan temuan. Menurut mazhab Hanafi, barang tambang adalah barang temuan itu sendiri, sedangkan menurut jumhur ulama keduanya berbeda. Barang tambang menurut mazhab Maliki dan Syafi’i adalah emas dan perak, sedangkan menurut mazhab hanafi barang tambang itu adalah setiap yang dicetak menggunakan api. Adapun Mazhab hambali berpendapat bahwa yang dimaksud dengan barang tambang adalah semua jenis barang tambang baik berbentuk padat atau cair.
2.      Zakat Nafs
Zakat ini biasa disebut dengan zakat fitrah atau zakat fitri, karena zakat ini dihubungkan dengan bulan suci ramadhan dan hari raya idul fitri. Zakat fitri adalah pengeluaran yang wajib  dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelibihan dari nafkah keluarga yang wajar pada malam hari raya idul fitri, sebagai tanda syukur kepada Allah SWT karena telah selesai melaksanakan ibadah puasa.
            Zakat ini merupakan zakat pribadi, sedangkan zakat mal merupakan pajak pada harta. Oleh karena itu disyaratkan pada zakat fitrah apa yang disyaratkan pada zakat mal, seperti nisab dan syarat-syarat tertentu. Adapun diwajibkannya zakat fitrah ini karena tiga hal, yaitu: islam, terbenam matahari dan akhir bulan ramadhan. Mengenai hukum melaksanakannya adalah wajib berdasarkan nas dari Alquran surat al-A’la ayat 14-15:
ôs% yxn=øùr& `tB 4ª1ts? ÇÊÍÈ tx.sŒur zOó$# ¾ÏmÎn/u 4©?|Ásù ÇÊÎÈ   
Artinya :“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (al-A’la: 14-15)
Ayat ini menurut abu huzaimah diturunkan berkenaan dengan zakat fitrah, takbir hari raya dan sembahyang. Demikin juga menurut Sa’id Ibnu Musyayyad dan Umar Ibn Abdul Aziz bahwa zakat yang dimaksuddalam ayat tersebut adalah zakat fitrah.
            Menurut Sauri, Ahmad, Ishak Dan asy-Syafi’i dan menurut suatu berita dari Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbenam matahari, pada malam lebaran, sebab saat itulah waktu berbuka puasa ramadhan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Lais, asy-Syafi’i menurut berita yang lain dari malik waktu wajibnya adalah tatkala fajar dari hari lebaran. Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa mengakhirkan zakat fitrah setelah shalat idul fitri adalah makruh, karena maksud utama dari zakat fitrah adalah mencukupkan orang-orang fakir dan peminta-minta dihari itu. Sehingga apabila mengakhirinya, maka hilanglah sebagian waktu dari hari itu tanpa terbukti mencukupkannya.
            Jenis harta benda yang dikeluarkan utuk zakat fitrah ialah tanaman. Jenis tersebut merupakan awal dari makanan yang dijadikan zakat fitrah. Kemudian dihubungkan dengan segala rupa, makanan yang menjadi pengenyang di masing-masing tempat. Seperti beras bagi kita orang indonesia.[39]


[1] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, terj, Fiqhuz Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera Antarnusa, 2004), cet ke-7, hal. 34
[2] Ibrahim, dkk, Al Mu’zam Al Wasith, (Beirut: Al-Maktabah Al-Ilmiyah,tt), jilid I, hal. 498
[3] Al-Alamah Ibnu Manzur, Lisan Al Arab, (Beirut, Dar Lisan Al-Arab, tt) Jilid II, h 36
[4] Wahbah az-Zuhaili, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, terj. (Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 1995), hal. 83
[5] Wahbah az-Zuhaili, Op, Cit. Hal. 82
[6] Abdurrahman al-Jaziri, Kitabul Fiqh ‘ala Muzahibi al-arba’ah, hal. 44501
[7] Yusuf Qardhawi, Fiqh az-Zakah, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1980), Jilid I, hal. 39
[8] WhbahAl-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Adilatuhu, (Damaskus: Dar al- Fikr, tt.), hal. 730
[9] Ibid hal. 730
[10] Ibid ,hal. 731
[11] Ibid, hal. 731
[12] Sulaiman Rosyid, Fiqh Islam, (Bandung: PT Sinar Baru Algenesio, 1997) cet. Ke-30, hal. 89
[13] Wahbah al-Zuhaili, Op, Cit, hal. 89
[14] M. Fuad Abdul Baqi, Lu’lu wa al-Marjan, (Semarang: al-Ridha,1993) Juz 1, hal. 14
[15] Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa asy-Syar’ah wa al-Minhaj, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), cet 1, hal. 27
[16] Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab al-Iman, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), I:10 HR Bukhari dari Ibnu Umar
[17] Muhammad Bin Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, (Bandung: Dahlan tt,) Juz II, hal. 120
[18] Wahbah Az-Zuhaili, Zakat Kajian h 90-91
[19] Yang dimaksud dengan nisab adalah kadar yang ditentukan oleh syari’at sebagai ukuran megenai kewajiban mengeluarkan zakat/ jumlah minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya.
[20] Wahbah Az-Zuhaili, Op, Cit, hal. 89
[21] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Semarang, Toha Putra, tt) Juz I, hal. 178
[22] Hasby as-Siddiqi, Pedoman Zakat, (Semarang Pustaka Rizki Putra, 1999), hal. 19
[23] Wahbah Az-Zuhaili, Op, Cit, Hal. 98
[24] Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, hal. 738
[25] A. Rahman Ritonga dan Zainuddin Tanjung, Fiqh Ibadahi, (Jakarta: gaya Media Pratama, 1997), hal. 178
[26] Wahbah Az-Zuhaili, Op, Cit,  hal. 739
[27]Syayid Syabiq, Fiqih Sunnah, (Beirut: al-Kitab al-Arabi, 1973), Jilid I cet ke-2, hal. 273
[28] Wahbah Az-Zuhaili, Op, Cit, hal. 741
[29] Ibid h 744
[30] Yusuf Qardawi, Fiqh Zakat, (Beirut:  PN Muqasah, tt), Juz I, hal. 161
[31] Ibid, hal. 138
[32] Wahbah Az-Zuhaili, Op, Cit  h 744
[33] Muamammad Daud Ali, Op, Cit, h 42
[34] Hasby as-Siddiqi, Op, Cit, hal. 32
[35] Hasbi as-Siddiqi, Op, Cit, hal. 94
[36] Muhammah Bagir al-Hasby, Fiqih Praktis Menurut Alquran, Sunah dan Pendapat Ulama, (Bandung: Mizan, 2002), I, hal. 294
[37] Djamaluddin Ahmad al-Buny, Problematika Harta dan Zakat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983), h 115
[38] Yusuf al-Qardawi, Op, Cit, hal. 322-323
[39] Imam Muslim, Shahih Muslim, Bab Zakah fitr ‘ala Muslimin, I, hal. 392

Tidak ada komentar:

Posting Komentar