BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Zakat merupakan
salah satu yang diatur dalam islam, yang diwajibkan Allah SWT kepada manusia.
Zakat memiliki multifungsi yang secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal
zakat merupakan salah satu bentuk ibadah wajib kepada Allah yang bertujuan
untuk membersihkan harta juga mensucikan jiwa bagi yang berzakat, dan fungsi
secara horizontal merupakan salah satu bentuk rasa peduli terhadap sesama
manusia.[1]
Firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ (التوبةّ )
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.(At-Taubah ayat
103)
Beberapa ulama memahami perintah
ayat ini sebagai perintah wajib atas penguasa untuk memungut zakat. Tetapi
mayoritas ulama memahaminya sebagai perintah sunah.[2]
Ayat ini memberikan pemahaman kepada kita untuk menunaikan zakat dari
sebahagian harta kita adalah wajib, karena hal ini akan memberikan manfaat
untuk membersihkan harta dan juga jiwa. Selanjutnya mengenai apa-apa yang harus
dikeluarkan untuk dizakatkan, Allah menjelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat
267:
Perintah dalam
ayat diatas menunjukkan wajib, yaitu wajib mengeluarkan zakat dari hasil bumi
yang diolah, yang dapat dipahami dari kalimat “nafkankahlah”.[3]
Selanjutnya dijelaskan bahwa yang dinafkahkan itu adalah dari hasil usaha
kamu dan dari apa yang kami, yakni Allah keluarkan dari bumi. Tentu
saja usaha manusia bermacam-macam, bahkan dari hari kehari dapat muncul
usaha-usaha baru yang belum dikenal sebelumnya, seperti usaha jasa dan
keanekaragamannya.
Semuanya
dicakup oleh ayat ini, dan semuanya perlu dinafkahkan sebagian darinya.
Damikian juga yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu, yakni
pertambangan. Kalau memahami ayat ini dalam perintah wajib, maka semua hasil
usaha apa pun bentuknya, wajib dizakati termasuk gaji yang diperoleh oleh
seorang pegawai, jika gajinya telah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan dalam konteks zakat. Demikian juga hasil pertambangan, baik yang
dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW maupun yang belum dikenal, atau yang tidak
dikenal di tempat turun ayat ini. Hasil pertambangan seperti emas, timah, perak
dan lain-lain. Semua dicakup oleh makna kalimat yang kami keluarkan dari
bumi.[4]
Dari
penjelasan ayat di atas ada dua hal yang bisa disimpulkan, yang pertama yang
diusahakan misalnya perdagangan, yang kedua yang keluar dari bumi dalam hal ini
zakat pertambangan. Dalam kajian fiqih ibadah bahwa hasil pertambangan adalah
semua hasil yang diciptakan oleh Allah SWT berupa emas, perak, timah, lumpur
merah, belerang, batu akik, warangan, dan minyak yang hasilnya dapat
dimanfaatkan oleh manusia. Sedangkan yang dimaksud hasil pertambangan emas,
perak, dan timah yang berasal dari perut bumi yang diciptakan oleh Allah SWT.[5]
Mengenai
zakat pertambangan tentu saja bermacam-macam, sebab banyak sekali yang
dikeluarkan dari bumi, bukti kongkritnya adalah tambang emas. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 267 diatas, bahwa setiap” apa saja
yang kami kelurkan dari bumi” maka wajib dinafkahkan (dizakati), secara
otomatis tambang emas tercakup dalam kalimat “yang kami keluarkan dari bumi”.
Dalam hal ini Imam Malik dan Imam Syafi’i bahwa berpendapat bahwa zakat juga
wajib dikeluarkan dari pertambangan adalah emas dan perak saja, termasuk juga
tanaman yang tumbuh dari perut bumi, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak,
kecuali kayu bakar, rerumputan, bambu parsi, pelepah pohon kurma, tangkai pohon
dan setiap tanaman yang tumbuhnya tidak dikehendaki.[6]
Menurut
Hanafi dan murid-muridnya begitu juga Abu Ubaid, barang tambang yang harus
dizakati berupa emas dan perak, nisabnya adalah seperlima sebagaiman rikaz.
Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa kewajibannya adalah 2,5 % atau 1/40,
karena diqiyaskan dengan emas dan perak.[7]
Mengenai
hasil tambang emas dan hasil tambang perak, apabila telah sampai 1 nisab,
wajiblah dikeluarkan zakat pada waktu itu juga tidak dengan disyaratkan sampai
satu tahun seperti biji-bijian dan buah-buahan. Emas dan perak hasil tambang
itu nisabnya sama dengan nisab emas dan perak yang dari berlian, yaitu 20 mitsqal
sama dengan kira-kira seberat 93,6 gram bagi emas dan 200 dirham bagi perak,
sama dengan kira-kira 672 gram.[8]
Berdasarkan hadist nabi:
لـيس عليكم في الذ حب
شيئ حتى يبلغ عشر ين مثقا لا
Artinya:”kalian
tidak berkewajiban apa pun dalam emas sehingga ia mencapai 20 mitsqal” (HR
Bukhari).
Secara teoritis jelas sekali bahwa
hasil tambang emas wajib dizakati, namun kadang-kadang hal tersebut tidak
berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh teori tersebut, singkatnya
antara teori dengan praktek tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini
disebabkan oleh sejauhmana seseorang memahaminya dan kesadaran untuk melaksanakannya.
Dalam hal ini terkait dengan persepsi masyarakat terhadap kewajiban zakat hasil
tambang emas.
Masyarakat Desa Pasir
Bonggal Kecamatan Sungai Lala Kabupaten Indragiri hulu Riau pada umumnya
beragama islam, namun bukan berarti pengetahuan mereka terhadap agama luas,
seperti pengetahuan terhadap kewajiban zakat. Masyarakat Desa Pasir Bongkal
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari bekerja sebagai penambang emas di laut
yang bertujuan untuk dijadikan modal atau aset dalam menjalani kehidupan.
Jumlah kepala kelurga dalam desa tersebut sebanyak 155 KK, dari jumlah tersebut
masyarakat yang mempunyai bocai sebanyak 40 KK. 1 KK mempunyai
bermacam-macam bocai, mulai dari 1 bocai sampai 2 bocai
bahkan jika ia pengusaha besar bisa lebih dari itu. 1 bocai biasanya
mengsailkan 2 gram emas per hari bahkan lebih. Sementara harga 1 gram emas Rp
400.000,-. Kalau 2 gram maka bisa
didapat Rp 800.000,- per hari.[9]
Beranjak dari keterangan di atas, penulis melihat bahwa hasil dari
tambang emas mesti harus dikeluarkan zakatnya, dan menurut pengamatan sementara
penulis yang dterjadi di lapangan masyarakat penambang emas di Desa Pasir Bongkal
tidak mengeluarkan zakatnya. Penyebab utamanya persepsi masyarakat tentang
kewajiban zakat. Ada yang berpendapat wajib ada yang tidak bahkan ada yang
tidak mengerti sama sekali. Dari hal diatas maka penulis ingin meneliti lebih
jauh dalam bentuk karya ilmiah yang berjudul ” PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
KEWAJIBAN ZAKAT TAMBANG EMAS (BOCAI) (Studi Kasus di Desa Pasir
Bongkal Kecamatan Sungai Lala
Kabupaten Indra Giri)”.
Penulis memilih judul ini sebab penulis melihat di Desa Pasir Bongkal
banyak masayarakat yang memiliki bocai tambang emas sedangkan untuk
mengeluarkan zakatnya belum ada. Sementara hasil tambang emas tersebut sudah
sangat memadai untuk kehidupan masyaraknya.
B.
Rumusan Masalah
Bersarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan
diteliti yaitu,
1.
Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap zakat hasil tambang emas (bocai);
2.
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kewajiban zakat hasil
tambang emas (bocai);
C.
Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat Desa Pasir Bongkal
Kecamatan Sungai Lala Kabupaten Indra
Giri terhadap kewajiban zakat tambang emas (bocai).
2.
Kegunaan Penelitian
a.
Untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum
Islam;
b.
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam hal
pelaksanaan pengeluaran zakat hasil tambang
emas (bocai);
c.
Sebagai sumbangsih pemikiran kepada masyarakat desa pasir bongkal
kecamatan sungai lala kabupaten riau dalam pelaksanaan pengeluaran zakat hasil
tambang emas bocai.
D.
Penjelasan Judul
Agar tidak terjadi kesalahan pemahaman dalam memahami judul dalam
karya ilmiah ini, maka penulis memberikan penjelasan tentang judul skripsi ini.
Persepsi
: Tanggapan atau penerimaan
langsung dari suatu proses seseorang
mengetahui
beberapa hal melalui panca indra.[10] Yang penulis maksud dalam
hal ini adalah pemikiran terhadap kewajiban mengeluarkan zakat emas hasil
timbangan emas.
Masyarakat : Sekelompok manusia yang hidup dan
tinggal dalam suatu wilayah
yang terikat
dengan suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.[11] Dalam hal ini yang
penulis maksud adalah masyarkat yang tinggal di Desa Pasir Bongkal
Kecamatan Sungai Lala Kabupaten Indra Giri Riau.
Zakat
: Menurut bahasa adalah
suci, tumbuh, berkembang dan berkah.
Secara istilah
kadar harta tertentu yang diberikan kepada orang yang menerimanya dengan
ketentuan tertentu.[12] Yang penulis maksud di
sini adalah zakat tambang emas.
E.
Tinjauan Pustaka
Mengenai
zakat sebenarnya sudah banyak yang dibahas oleh penulis-penulis baik yang
dituangkan dalam bentuk buku, skripsi maupun yang lain. Dalam hal ini misalnya
yang ditulis oleh:
1.
Syarkawi, Fakultas Syari’ah universitas Negeri (UIN) Pekan Baru
Riau dengan judul skripsinya, Pelaksanaan Zakat Sawit di Desa Pancuran Gading
(Studi Perbandingan Antara Jama’an Masjid Al-Huda dengan Jema’ah Masjid
Al-Muhajirin). Kesimpulan dari skripsi ini adalah secara umum jemaah
mengeluarkan zakat hasil kelapa sawit, hal ini terbukti 73,33 % jama’ah masjid
Al-Huda yang membayar zakat sebesar 2,5 % dari hasil yang mereka peroleh.
Sasara zakat para jema’ah adalah langsung diberikan kepada amil yang ada di
masjid, hanya sebagian kecil jema’ah yang menyerahkan langsung kepada yang
berhak menerimanya. Dari kedua lokasi tersebut yang paling taat membayar zakat
adalah jema’ah masjid Al-Huda.
2.
Milyani, NIM 493 112 program studi Ahwal Al Syakhsyiyyah STAIN
Bukit Tinggi tahun 2000 M dengan judul skripsi, Pembayaran Zakat Hasil Tanaman
Kol di Desa Air Hangat Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar. Kesimpulan dari
skripsinya :
a.
Petani kol di Desa Air Hangat tidak mengeluarkan zakatnya, sebab
mereka tidak mengetahui tentang kewajiban zakat tersebut.
b.
Ada sebagian petani yang mengelurkan zakat kol, sebab mereka
mengetahui kewajiban zakat dan juga karena ketaatannya pada aturan agama islam.
c.
Hasil tanaman kol wajib dikeluarkan zakatnya dengan cara menyamakan
hasil dari tanaman kol dengan zakat tizarah.
d.
Untuk ketentuan hisab dan haulnya disamakan dengan zakat
perdagangan, yang berpedoman kepada zakat emas yaitu seninai 93,6 gram kemudian
dengan ketentuan haulnya dengan memperhatikan hasil dalam jangka satu tahun.
Melihat dari hasil skripsi di atas maka penulis terinspirasi untuk
membahas tentang zakat tambang emas (bocai) karena belum ada yang
membahas masalah tersebut.
F.
Metodologi Penelitian
1.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Pasir Bongkal
Kecamatan Sungai Lala Kabupaten Indaragiri
Riau, bertetpatan dengan desa penulis.
2.
Jenis Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian lapangan (field research) dan termasuk dalam
golongan jenis penelitian berdasarkan sifat dari tujuan penelitian. Oleh sebab
itu dalam hal ini penelitiannya bersifat deskriftif (mendeskripsikan
suatu fenomena).[13]
3.
Populasi dan Sampel
Dalam
penelitian ini penulis menjadikan masyarakat tambang emas di Desa Pasir Bongkal
sebanyak 40 kepala keluarga (KK) sebagai populasi dan sebanyak 20 kepala
keluarga (KK) sebagai sampel yang terdiri dari masyarakat yang berpenghasilan
emas (bocai) dan juga tokoh-tokoh masyarakat.
4.
Objek Penelitian
Objek
penelitian ini adalah mayarakat di Desa Pasir Bongkal
yang berpenghasilan tambang emas (bocai)
5.
Sumber Data
Dalam
penelitian ini data diperoleh dari responden dengan cara mewawancarai langsung
terhadap responden. Dalam hal ini kepada penghasil tambang emas juga toko-tokoh
masyarakat yang ada di Desa Pasir Bongkal.
6.
Metode Pengumpulan Data
Penulis
mencari dan mengumpulkan data melalui observasi langsung kelapangan dan
wawancara.
7.
Metode Analisis Data
Setelah
data diperoleh, maka data tersebut akan penulis bahas dengan menggunakan metode
deskriptif, yaitu mengumpulkan data-data kemudian disusun kemudian
dideskripsikan berdasarkan data yang diperoleh.
G.
Sistematika Penulisan
Penelitian ini menggunakan sistematika sebagai berikut :
Bab I : Merupakan Bab Pendahuluan
Yang Membahas Tentang Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Penjelasan Judul, Tinjauan Pustakat, Metodologi
Penelitian Serta Sistematika Penulisan.
Bab II :
Merupakan bab landasan teoritis yang
berisi tentang Persepsi yang terdiri dari pengertian Persepsi, Proses Presepsi,
Teori-Teori Persepsi, Prinsip Persepsi, Faktor-Faktor Persepsi Kemudian Hukum Zakat
Tambang Emas (Bocai) Dimana Terdiri Dari Pengertian Zakat, Dasar Hukum Zakat,
Syarat Zakat, Macam-Macam Harta Yang Wajib Dizakati, Hukum Zakat Tambang Emas (Bocai),
Golongan Yang Berhak Menerima Zakat, dan Hikmah Zakat.
Bab III : merupakan hasil penelitian yang terdiri
dari Monografi Desa Pasir Bonggal Kecamatan Sungai Lala Indra Giri Hulu Riau, Persepsi
Masyarakat Desa Pasir Bongkal
Kecamatan Sungai Lala Indra Giri Hulu Riau Terhadap Kewajiban Zakat Tambang
Emas (Bocai), dan Analisis Penulis.
Bab IV : merupakan bab
penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
[1] Ali Hasan, Masail Fiqiyah: Zakat Pajak Asuransi Dan Lembaga
Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. Ke-2, h. 2
[3] Ali Hasan, Perbandingan
Mazhab Hukum Fiqih, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,1997), h 101
[5] M. Arif
Mufraini, Akutansi dan Menajemen Zakat, (Jakarta: Kencana Permata Media
Group, 2008) cet. Ke-2 h 85-86
[6] Hasan Ayub, Fiqih
Ibadah, (Jakarta:Cakra Lintas Media, 2010), h 373-375
[7] Syaikh Abu
Malik Kamal Bin AS-Syaiyyid Salim, Ensiklopedi Puasa dan Zakat,
(Jakarta: Roemah Buku,2010), h 242
[8] Moh. Rowi
Latief A Shomad Robith, Tuntunan Zakat Praktis, (Surabaya: Indah,1997),
h 124
[9] Nur Telaga,
Kaur Umum Desa Bonggal, wawancara, Tanggal 20 Nopember 2012
[10] Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,2002) h 759
[11] Ibid.,h
683
[12] Ali Hasan, Op.
Cit. H 1
[13]
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Agama (Jakarta: Granit,
2005), cet ke-2 h 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar