Hukum Zakat Tambang Emas
1.
Pengertian
Zakat
Zakat
secara etimologi berasar dari bahasa arab yaitu kata dasar (masdar) dari
zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik,[1]
safwatu asysya’i (jernihnya sesuatu)[2],
dan al-madu (pujian)[3]. Pengertian zakat secara etimologi ini
terangkum dalam firman Allah Surat At-Taubah ayat 103:
õ‹è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.t“è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=t
Artinya:“Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka” (at-Taubah: 103)
Ayat
tersebut bermaksud bahwa zakat itu akan
membersihkan, mensucikan dan menumbuhkan pahala orang yang melaksanakannya.[4]
Menurut Wahbah Az-Zuhaili zakat menurut etimologi berarti bertumbuh, dan
bertambambah, dan kata ini sering diucapkan dengan makna thaharah
(suci).[5]
Allah SWT berfirman dalam surat Asy-Syami ayat 9:
ô‰s% yxn=øùr& `tB $yg8©.y— ÇÒÈ
Artinya : sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu” (asy-Syams: 9)
Zakat
secara terminologis para ulama
memberikan rumusan yang berbeda-beda, diantaranya mengeluarkan harta secara
khusus kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu.
Artinya orang yang sampai nisab dan syarat zakatnya, maka diwajibkan
baginya untuk memberikan sebagian harta yang dimilikinya kepada orang yang
berhak menerimanya.[6] Kata zakat dalam arti
terminologis oleh al-Qur’an disebut 30 kali, yaitu 27 kali disebut dalam satu
konteks dengan shalat, dan dari 30 kali sebutan tersebut, terdapat 8 sebutan
yang berada pada surat-surat yang turun di Mekkah dan sisanya berada pada surah-surah yang turun di Madinah.[7]
“mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus yang telah mencapai
nisab yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya”.[8]
Hanafi
mendefenisikan zakat dengan : ”Menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta
yang khusus sebagai milik orang yang
khusus yang ditentukan oleh syari’at karena Allah SWT”.[9]
Menurut Syafi’i zakat adalah sebuah
ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh seseuai dengan cara khusus.[10]
Sedangkan hambali berpendapat zakat adalah hak yang wajib (dikeluarkan) dari
harta yang khusus untuk kelompok yang khusus dan waktu yang khusus.[11]
Dengan demikian penulis menarik kesimpulan bahwa zakat adalah hak yang wajib
dikeluarkan dari harta untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at.
2.
Dasar
Hukum Zakat
Zakat
merupakan fardhu ‘ain bagi orang-orang yang telah cukup syarat-syaratnya.[12]
Zakat diwajibkan di Madinah pada bulan syawal tahun kedua hijriah. Zakat
diwajibkan setelah puasa ramadhan Zakat Fitrah diwajibkan. Tetapi zakat tidak
diwajibkan oleh para Nabi. Pendapat ini disepakati para Ulama karena zakat
dimaksudkan sebagai penyucian untuk orang-orang yang berdosa, sedangkan para
Nabi terbebas dari hal demikian. Lagi pula mereka mengemban titipan-titipan
Allah SWT, disamping itu mereka tidak memiliki harta dan tidak diwarisi.[13]
Kewajiban zakat itu bila ditinjau dari kekuatan hukumnya sangat kuat karena
mempunyai dasar hukum nas yang sudah pasti, seperti tersebut dibawah
ini:
a.
Al-Qur’an
Diantara firman Allah
dalam surat Al-Baqarah ayat 267:
$yg•ƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚö‘F{$# ( Ÿwur (#qßJ£Ju‹s? y]ŠÎ7y‚ø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉ‹Ï{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? Ïm‹Ïù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî ÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya :“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”. (Al-Baqarah : 267)
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT
memerintahkan untuk mengeluarkan zakat sebagian dari hasil usaha seperti
perdagangan dan sebagian dari apa yang telah Allah keluarkan dari perut bumi
seperti emas dan perak termasuk kedalam tanaman-tanaman yang ditanam.[14] Perintah
zakat juga terdapat dalam firman Allh dalam surat at-Taubah ayat 103:
õ‹è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.t“è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya :“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui”. (At-Ataubah:
103)
Fuqaha
berpendapat bahwa maksud dari ayat ini adalah zakat yang hukumnya wajib dan
juga mencakup seluruh harta benda, itulah sebabnya mengapa Abu Bakar memerangi
kaumnya yang tidak mau untuk mengelurakan zakat.[15]
b.
Hadist
Kewajiban
melaksanakan zakat dijelaskan oleh rasul dalam sabda Beliau diantaranya hadist
yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim di bawah ini:
بني
الاسلا م على الخمس شهاد ت ان لااله الاالله وان محمدا الر سو ل الله واقا م الصلاة
وايتاءالز كا ة والحج والصوم الرمضان
Artinya “Dari abnu umar r.a katanya rasulullah SAW
bersabda: dasar islam itu ada lima perkara: mengakui bahwa tidak ada tuhan
selain Allah, dan mengakui Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan berpuasa pada bulan ramadhan”
(HR:
Bukhari).[16]
Dalam
hadist ini denganjelas diterangkan oleh Rasulullah bahwa zakat merupakan salah
satu pilar Islam, sehingga belumlah dikatakan seseorang itu sebagi muslim
apabila belum menegakkan salah satu pilar tersebut yaitu mengeluarkan zakat.
Jadi jelaslah zakat adalah merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
bila telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh agama.[17]
c.
Ijma’
Adapun
dalil berupa ijma’ ialah adanya kesepakatan semua (ulama) umat islam di semua
negara kesepakatan bahwa zakat adalah wajib. Bahwa para sahabat Nabi SAW
sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan untuk mengeluarkan zakat. Dengan
demikian barang siapa mengingkari kefardhuannya, berarti dia kafir atau jika
sebelumnya dia merupakan muslim yang dibesarkan di daerah muslim maka ia
murtad. Kepadanya diterapkan hukum-hukum orang murtad. Seseorang hendaknya
menganjurkannya untuk beraubat. Anjuran itu dilakukan sebanyak tiga kali. Jika
dia tidak mau bertaubat, maka mereka harus dibunuh.[18]
3. Rukun dan
Syarat Zakat
a.
Rukun Zakat
Rukun
zakat ialah mengeluarkan sebagkian dari nisab[19] (harta),
dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai orang fakir,
dan menyerahkan kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya yakni
imam atau orang yang bertugas memungut zakat.
Adapun yang termasuk rukun zakat adalah:
1)
Pelepasan
atau pengeluaran hak milik pada sebagian harta yang dikenakan wajib zakat;
2)
Penyerahan
sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang
bertugas atau orang yang mengurusi zakat (Amil Zakat);
3)
Penyerahan
amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.[20]
b.
Syarat
Zakat
Walaupun zakat merupakan salah satu rukun islam
yang lima, namun tidak semua orang wajib mengeluarkannya, sebab ada
syarat-syarat serta ketentuan yang mewajibkan. Dengan demikian zakat baru wajib
dilaksanakan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Begitu
pula sebaliknya tidak wajib mengeluarkan zakat bagi orang-orang yang mempunyai
harta yang belum memenuhi syarat-syarat wajib zakat.
Namun sebelum penulis jelaskan lebih lanjut sebagai
landasanny akan penulis kemukakan pendapat para ahli, diantaranya:
1)
Ibnu Ruyd
menjelaskan “para ulama telah sepakat bahwa zakat itu wajib atas setiap orang
islam baligh berakal, memiliki harta senisab dan harta itu merupakan milik sempurna”[21]
2)
Hasbi
as-Syiddiqi juga menjelaskan bahwa ”syarat-syarat wajib zakat yang disepakati
ulama yaitu: merdeka, telah sampai umur, berakal, dan sampai senisap”[22]
Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat
sah. Menurut jumhur ulama syarat wajib zakat adalah: merdeka, muslim, baligh,
berakal, kepemilikan harta yang penuh, mencapai nisab,dan mencapai haul.[23]
Pada saat berkumpulnya syarat-syarat di atas
maka tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan dan menjalankan kewajiban
zakat.
a)
Syarat
Wajib Zakat
1.
Terkait
dengan orangnya
a.
Islam
Ijma’ ulama zakat tidak wajib bagi orang kafir
karena zakat merupakan ibadah maghdhah yang suci, sedangkan orang kafir bukan orang suci. Berbeda dengan
mazhab syafi’i, mereka mewajibkan orang murtad untuk mengeluarkan zakat
hartanya sebelum riddah terjadi,
yakni harta yang dimilikinya ketika dia masih menjadi seorang muslim. Riddah menurut syafi’i tidak menggugurkan kewajiban zakat
sebab orang murtad sama dengan orang kafir.[24]
b.
Merdeka (al-Huriyah)
Keharusan merdeka bagi wajib zakat menafikan
kewajiban zakat terhadap hamba sahaya. Hal ini sebagai konsekuensi dari
ketiadaan hak milik yang diberikan kepadanya. Demikian halnya hamba sahaya yang
telah diberikan kesempatan kepadanya untuk memerdekakan dirinya dengan tebusan, karena ia belum
secara sempurna memiliki apa yang ada padanya. Dalah hal ini jumhur fuqaha
tuannya lah yang punya kewajiban untuk mengeluarkan zakat dari harta yang ada
pada hamba sahayanya tersebut.[25]
c.
Baligh
dan Berakal
Dalam masalah ini menurut mazhab hanafi, keduanya
dipandang sebagai syarat. Dengan demikian zakat tidak wajib diambil dari harta
anak kecil dan orang gila karena keduanya tidak wajib mengerjakan ibadah.
Menurut jumhur ulama keduanya tidak termasuk syarat, oleh karena itu zakat
wajib dikeluarkan dari harta anak kecil
dan orang gila, zakatnya dikeluarkan oleh walinya.[26]
2.
Syarat
Wajib Zakat Pada Harta
a.
Milik Sempurna
Yang dimaksud dengan milik sempurna adalah harta
yang tidak ada didalamnya hak orang lain yang wajib dibayarkan. Atas dasar itu
seseorang yang memiliki harta yang cukup satu nisab, tetapi karena ia masih memiliki hutang pada orang lain yang apabila
dibayarkan sisa hartanya tidak lagi
mencapai satu nisab, maka dalam hal ini tidak wajib zakat padanya, karena
hartanya bukanlah miliknya secara sempurna. Orang tersebut tidak dapat disebut
sebagai orang kaya melainkan orang miskin.[27]
Menurut hanafi milik sempurna adalah milik yang ada
dalam genggaman atau yang dikuasai, karena itu tidaklah wajib zakat pada orang
yang berhutang yang padanya harta itu untuk orang lain.[28]
b.
Cukup
Nisab
Satu nisab adalah cukupnya jumlah yang ditetapkan
syara’ pada jenis harta yang wajib dibayarkan zakatnya. Seperti emas yang
nisabnya 20 dinar yang sebanding dengan 92 gram, perak niabnya 200 gram dan
tanaman nisabnya 5 wasaq bila sudah dibersihkan. Apabila emas sudah sampai 92 gram, perak
200 gram dan tanaman 5 wasaq yang sudah dibersihkan berarti sudah sampai
satu nisab.
c.
Sampai
Haul
Haul adalah perputaran masa selama satu tahun atau
dua belas bulan. Harta yang sudah cukup senisab baru wajib dizakati jika sudah
sampai satu tahun yang dimiliki secara sempurna. Pendapat ulama terhadap
masalah ini tidak jauh berbeda, dimana haul dijadikan syarat dalam zakat selain
zakat tanaman dan buah-buahan.
Adapun untuk kedua hal tersebut berarti zakat
diwajibkan pada setiap munculnya buah-buahan selama aman dari pembusukan dan
sudah bisa dimanfaatkan meski belum panen.[29]
Persyaratan ini hanya untuk binatang
ternak, perak, emas, dan hasil perniagaan yang dapat dimasukkan kedalam istilah
modal. [30]
d.
Berkembang
Ketentuan tentang harta yang wajib dizakatkan
adalah bila harta itu berkembang dengan sendirinya atau dikembangkan dengan
sengaja. Pengertian berkembang ini adalah pendapatan keuntungan investasi, atau
pun pemasukan yang sesuai dengan istilah perpajakan sekarang.[31]
e.
Berlebih
dari Kebutuhan Pokok
Jika seluruh kebutuhan yang dibutuhkan dalam
keseharian sudah terpenuhi. Harta yang wajib dizakatkan terlepas dari hutang
dan kebutuhan pokok sebab orang yang sibuk mencari harta untuk kedua hal ini
sama dengan orang yang tidak mempunyai harta. Kebutuhan pokok disini adalah
harta yang secara pasti bisa mencegah seseorang dari kebinasaan. Misalnya
nafkah, tempat tinggal, peralatan perang, pakaian yang diperlukan untuk
melindungi dari panas serta dingin serta pelunasan hutang.
f.
Harta
Tersebut Bukan Hasil Hutang
Hutang yang menghabiskan jumlah nisab harta atau menguranginya sehingga tidak ada lagi
untuk melunasi hutang selain dari nisab mencegah kewajiban zakat. Jumlah hutang tidak mencegah kewajiban zakat
ketika harta bertambah melibihi jumlah hutang dan telah mencapai nisab. Akan
tetapi jika jumlah hutang tersebut sama dengan julah zakat atau kurang, inilah
yang mencegah kewajiban untuk mengeluarkan zakat.[32]
4. Macam-Macam Harta yang Wajib Dizakatkan
Zakat menurut garis besarnya terbagi menjadi dua, yaitu zakat harta
atau biasa disebut zakat mal dan
zakat jiwa atau biasa disebut zakat fitrah.
a.
Zakat Mal
Zakat mal
merupakan bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum), yang wajib
dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki dalam jangka
waktu tertentu dan dalam jumlah minimal tertentu.[33] Di dalam Alqura’an Allah
SWT tidak merinci secara ditail tentang harta kekayaan yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Alquran tidak menjelaskan tentang kadar prosentase kewajiban zakat
tersebut. Tetapi Allah telah memberikan amanat kepada Rasulnya Muhammad SAW
untuk menjelaskan dan merinci hal tersebut, dalam bentuk sunah, baik yang qauliyah,
maupun amaliah. Hal ini merupakan
perwujudan firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 44:
3 !$uZø9t“Rr&ur y7ø‹s9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌh“çR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcrã©3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ
Artinya: “Dan
kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang Telah diturunkan kepada merekan supaya mereka memikirkan” (An-Nahl: 44)
Pada mula-mula zakat difardukan tanpa menyebutkan
secara gamblang tentang harta apa saja yang harus dizakati, demikian juga
dengan ketentuan kadar zakatnya. Syara’ hanya menyuruh mengeluarkan zakat
demikian keadaan itu berjalan hingga tahun ke dua hijriah, dan mulai dari tahun
hijriah inilah syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan, serta kadarnya
masing-masing.[34]
Adapun
mengenai harta kekayaan yang wajib dizakatkan adalah:
1.
Zakat Nuqud
Para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan pengertian nuqud. Al-Syayyid Ali mengertikan dengan semua hal yang
digunakan oleh masyarakat dalam melakukan trasnsaksi, baik dinars,emas, dirham,
perak, maupun fulus tembaga. Sementara al-Kafrawi mendefinisikan dengan segala
seseuatu yang diterima secara umum sebagai media pertukaran dan pengukur nilai.
Mengenai zakat nuqud ini Allah menjelaskan dalam alquran surat at-Taubah ayat 34:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Í‘$t6ômF{$# Èb$t7÷d”9$#ur tbqè=ä.ù'u‹s9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcr‘‰ÝÁtƒur `tã È@‹Î6y™ «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrã”É\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZム’Îû È@‹Î6y™ «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#x‹yèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ
Artinya :“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (at-Taubah: 34)
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa
mengeluarkan zakat dari emas dan perak wajib hukumnya. Para Fuqaha
sepakat
bahwa nuqud wajib
dikeluarkan zakatnya baik nuqud yang berupa potongan,yang dicetak, bahkan yang berbentuk bejana.
Syara’ telah menegaskan bahwa emas dan perak yang wajib dizakati ialah emas dan
perak yang sampai nisabnya dan telah cukup setahun dimiliki, terkecuali emas
dan perak yang baru diperoloh dari galian, maka tidak disyaratkan cukup
setahun.[35]
2.
Binatang
Ternak
Jumhur ulama sepakat bahwa binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya
adalah unta, sapi, kerbau, dan kambing. Adapun syarat binatang ternak wajib
dizakati adalah:
a.
Jumlahnya
mencapai nisab;
b.
Telah
melewati masa satu tahun;
c.
Digembalakan
di tempat penggembalaan umum, yakni tidak diberi makan di kandangnya kecuali
jarang sekali;
d.
Tidak
digunakan untuk keperluan pribadi pemiliknya, seperti untuk mengangkut barang,
membajak sawah dan sebagainya.[36]
Nisab ternak dan kadar zakat antara satu dengan yang lainnya berbeda namun
karena pembahasan penulis tidak menyangkut pada zakat binatang ternak maka
penulis tidak menguraikannya.
3.
Tumbuh-Tumbuhan
(Hasil Pertanian)
Dalil yang menunjukkan adanya kewajiban
zakat atas hasil pertanian adalah firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat
267:
$yg•ƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚö‘F{$# ( Ÿwur (#qßJ£Ju‹s? y]ŠÎ7y‚ø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉ‹Ï{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? Ïm‹Ïù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî ÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (al-Baqarah: 267)
Ayat ini memerintahkan untuk mengeluarkan zakat
dari apa yang dikeluarkan dari bumi.
4.
Harta
Perdagangan
Yang dimaksud dengan harta perdagangan adalah semua bentuk harta yang
diproduksi untuk dijualbelikan dengan bermacam-macam cara dan membawa kenaikan
dan manfaat dan manfaat bagi manusia.[37]
Mengenai zakat tizarah ini ulama zahiririyyah berbeda pendapat bahwa tidak wajib dikeluarkan
zakatnya atas harta perdagangan. Adapun syarat harta menjadi tijarah menurut Ibnu Qudamah yang dikutip oleh as-Syayyid
Syabiq dalam fiqh as-Sunnhnya ada dua macam syarat yaitu:
a.
Hendaklah
dimiliki secara nyata seperti jual beli;
b.
Hendaklah
ketika dimiliki itu diniatkan untuk diperdagangkan.
Disamping kedua syarat tersebut harta perdagangan
itu juga harus mencapai nisab dan haul. Adapun nisabnya adalah seharga 20
mitsqal emas atau 94 gram emas murni sedangkan kadar zakatnya adalah 2,5 %.[38]
Cara mengeluarkan zakat dagang terebut menurut maimun bin Mihram, Hasan
al-basri dan Ibrahim Naba’i yang dikutip oleh Yusuf al-Qardawi dalam bukunya Fiqh az-Zakat adalah sebagai berikut:
Apabila sudah waktu mengeluarkan zakat hitunglah
berapa jumlah uang kontan yang ada, barang yang ada dan hitunganlah nilai barang
itu secara piutang yang ada pada orang yang mampu, kemudian keluarkanlah
hutangnya, baru dikeluarkan zakatnya.
5.
Zakat
Barang Tambang dan Temuan
Ada beberapa hal yang diperselisihkan para Fuqaha, yaitu makna barang
tambang (ma’dim), barang
temuan (Rikaz), atau
harta simpanan (Kanz). Jenis
jenis barang tambang yang wajib dikeluarkan zakatnya, dan kadar-kadar zakat
untuk setiap barang tambang dan temuan. Menurut mazhab Hanafi, barang tambang
adalah barang temuan itu sendiri, sedangkan menurut jumhur ulama keduanya
berbeda. Barang tambang menurut mazhab Maliki dan Syafi’i adalah emas dan
perak, sedangkan menurut mazhab hanafi barang tambang itu adalah setiap yang
dicetak menggunakan api. Adapun Mazhab hambali berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan barang tambang adalah semua jenis barang tambang baik berbentuk padat
atau cair.
2. Zakat Nafs
Zakat ini biasa disebut dengan zakat fitrah atau
zakat fitri, karena zakat ini dihubungkan dengan bulan suci ramadhan dan hari
raya idul fitri. Zakat fitri adalah pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai
kelibihan dari nafkah keluarga yang wajar pada malam hari raya idul fitri,
sebagai tanda syukur kepada Allah SWT karena telah selesai melaksanakan ibadah
puasa.
Zakat ini merupakan zakat pribadi,
sedangkan zakat mal merupakan
pajak pada harta. Oleh karena itu disyaratkan pada zakat fitrah apa yang
disyaratkan pada zakat mal, seperti nisab dan syarat-syarat tertentu. Adapun diwajibkannya zakat
fitrah ini karena tiga hal, yaitu: islam, terbenam matahari dan akhir bulan
ramadhan. Mengenai hukum melaksanakannya adalah wajib berdasarkan nas dari Alquran surat al-A’la ayat 14-15:
ô‰s%
yxn=øùr& `tB 4’ª1t“s? ÇÊÍÈ tx.sŒur zOó™$# ¾ÏmÎn/u‘ 4’©?|Ásù ÇÊÎÈ
Artinya :“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman), Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (al-A’la: 14-15)
Ayat ini
menurut abu huzaimah diturunkan berkenaan dengan zakat fitrah, takbir hari raya
dan sembahyang. Demikin juga menurut Sa’id Ibnu Musyayyad dan Umar Ibn Abdul
Aziz bahwa zakat yang dimaksuddalam ayat tersebut adalah zakat fitrah.
Menurut Sauri, Ahmad, Ishak Dan
asy-Syafi’i dan menurut suatu berita dari Malik, waktu wajibnya adalah ketika
terbenam matahari, pada malam lebaran, sebab saat itulah waktu berbuka puasa
ramadhan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Lais, asy-Syafi’i menurut berita
yang lain dari malik waktu wajibnya adalah tatkala fajar dari hari lebaran.
Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa mengakhirkan zakat fitrah setelah shalat idul
fitri adalah makruh, karena maksud utama dari zakat fitrah adalah mencukupkan
orang-orang fakir dan peminta-minta dihari itu. Sehingga apabila mengakhirinya,
maka hilanglah sebagian waktu dari hari itu tanpa terbukti mencukupkannya.
Jenis harta benda yang dikeluarkan
utuk zakat fitrah ialah tanaman. Jenis tersebut merupakan awal dari makanan yang
dijadikan zakat fitrah. Kemudian dihubungkan dengan segala rupa, makanan yang
menjadi pengenyang di masing-masing tempat. Seperti beras bagi kita orang indonesia.[39]
[1] Yusuf Qardawi,
Hukum Zakat, terj, Fiqhuz Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera
Antarnusa, 2004), cet ke-7, hal. 34
[3] Al-Alamah Ibnu
Manzur, Lisan Al Arab, (Beirut, Dar Lisan Al-Arab, tt) Jilid II, h 36
[4] Wahbah
az-Zuhaili, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, terj. (Bandung, PT Remaja
Rosda Karya, 1995), hal. 83
[15] Wahbah
az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa asy-Syar’ah wa al-Minhaj, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1991), cet 1, hal. 27
[16] Imam
al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab al-Iman, (Beirut: Dar al-Fikr,
1991), I:10 HR Bukhari dari Ibnu Umar
[18] Wahbah
Az-Zuhaili, Zakat Kajian h 90-91
[19] Yang dimaksud
dengan nisab adalah kadar yang ditentukan oleh syari’at sebagai ukuran megenai
kewajiban mengeluarkan zakat/ jumlah minimal harta kekayaan yang wajib
dikeluarkan zakatnya.
[25] A. Rahman
Ritonga dan Zainuddin Tanjung, Fiqh Ibadahi, (Jakarta: gaya Media
Pratama, 1997), hal. 178
[29] Ibid h
744
[32] Wahbah
Az-Zuhaili, Op, Cit h 744
[33] Muamammad Daud
Ali, Op, Cit, h 42
[36] Muhammah Bagir
al-Hasby, Fiqih Praktis Menurut Alquran, Sunah dan Pendapat Ulama,
(Bandung: Mizan, 2002), I, hal. 294
[37] Djamaluddin
Ahmad al-Buny, Problematika Harta dan Zakat, (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1983), h 115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar