Senin, 26 Januari 2015

Konseling Client-Centered



Pendekatan Konseling Client-Centered adalah salah satu aliran pendekatan konseling humanistik yang dikembangkan oleh Carl Roger.
Rogers was born in 1902 in the Chicago suburb of Oak Park, Illionis. In his autobiography, Rogers (1967) deskribed his well-to-do Protestan family as closeknit, loving, practikal, and dedicated-even overly  dedicated to Cristian principles and to the virtures of hard work. Rogers, who was an intelectually precocius child, loved to read but reports feeling guilty during the times that his reading interfered with his chores. When Rogers was 12, his family purchased a large farm 30 miles west of Chicago that his father, a successful contractor,  ranthough  a  manager  on  a   modern,
               Carl Rogers               scientific  basis. Through his reading  in  scientific
   Agriculture  and  through  activities  on  the  farm.
Young Carl developed a lasting interest in and respect  for the essential element of science and experimental method before he was 16 years of age (Herbert, 1979, 28).
1
 
 Rogers berasal dari Negara Amerika Serikat, lahir pada tahun 1902 di Loark Park, Illionis kota Chicago. Dia dan keluarganya  termasuk tekun beragama dan Rogers termasuk penganut Kristen protestan yang taat. Dalam pengembangan ilmu konseling, ia selalu aktif meneliti hal–hal yang baru yang berkenaan dengan sikap dan tingkah laku manusia. Carl Rogers sebagai Bapak dari  pendekatan konseling yang berpusat pada klien, yaitu suatu pendekatan “non directive” (tidak langsung). Dalam pendekatannya itu bukan saja merupakan salah satu aliran konseling dan terapi yang digunakan secara luas selama 50 tahun, tetapi juga memberikan ide dan metode yang kemudian diintegrasikan dengan pendekatan lain. Kemunculan konsep dan pendekatannya pada tahun 1950 merupakan bagian dari pergerakan psikologi Amerika untuk menciptakan alternatif terhadap dua teori yang mendominasi pada waktu itu yaitu psikoanalisis dan behaviorisme (Corey, 1988 , 91).
Konsep dan pendekatan Carl Roger (1902–1987) adalah lanjutan dari perkembangan disiplin konseling humanistik. Salah satu kesan pendekatan penyuluhan Rogerian yang signifikan untuk dicermati adalah  berkembangnya pendekatan-pendekatan baru yang mengarah kepada pendekatan–pendekatan konseling keagamaan.
Perkembangan konseling keagamaan yang dikembangkan oleh Rogers terutama dalam esensi dan citra manusia ini dapat dilihat dari beberapa hasil penyelidikan konseling terkini yang melaporkan bahwa telah wujud satu era baru tentang pentingnya rawatan menyelesaikan permasalahan citra manusia melalui pendekatan keagamaan yang berkaitan dengan kepercayaan dan keimanan, selain melalui pendekatan yang konvensional. Hal ini ada hubungannya dengan hasil penyelidikan Chalfant dan Heller pada tahun 1990 yang menyimpulkan bahwa dari 40 ratus orang yang mengalami permasalahan jiwa lebih suka meminta pertolongan nasehat kepada orang–orang agama. Klien yang beragama memandang negatif terhadap konselor yang berpandangan sekuler, malah sering terjadi mereka menolak bahkan menghentikan rawatannya sebelum waktunya (Sholeh, Musbikin, 2005, 25).
Nilai–nilai agama yang dianut klien merupakan satu perkara asas yang perlu dipertimbangkan oleh setiap konselor dalam memberikan layanan konseling, karena klien yang fanatik dengan ajaran agamanya mungkin sangat meyakini dengan pemecahan masalah jiwanya melalui nilai-nilai ajaran agamanya sendiri. Dalam proses konseling nilai–nilai agama penting untuk dipertimbangkan oleh konselor, supaya proses konseling terlaksana secara efektif. Sebenarnya fenomena ini telah terjadi di dunia Barat yang sekuler, hal  ini didapatkan juga di Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama Islam. Ramai orang–orang bermasalah mendatangi para ulama, bukan untuk menanyakan masalah hukum–hukum agama, tetapi justru menyampaikan permasalahan kejiwaan yang dialaminya agar diberikan   pertolongan dan jalan keluar berupa nasehat, saran, dan agar dido’akan untuk kesembuhan penyakit dan menentramkan ketenangan jiwanya.
Oleh sebab itu, usaha pengembangan konsep dan teknik konseling yang berwawasan agama adalah penting, terutama dalam menangani klien yang kuat berpegang kepada nilai-nilai ajaran agamanya. Perkara ini telah berkembang dengan pesatnya di dunia Barat, mereka sebut sebagai konseling pastoral (konseling berdasarkan nilai-nilai Al-Kitab) di kalangan umat nasrani (Halim, 2009, 5)
Bagi umat Islam sebenarnya bisa menjadikan agama khusunya  Al-Qur’an dan Hadist yang seharusnya dikembangkan oleh para konselor, sehingga para ulama  paham tentang ilmu bimbingan konseling Islam.  Nabi Muhammad SAW  diakhir hayatnya juga mewasiatkan kepada umat manusia bahwa Al-Qur’an dan hadist adalah sebaik–baik panduan hidup umat manusia yang diinginkan kejayaan dan ketenangan hidup, dan mereka tidak akan tersesat selama mereka berpegang teguh kepadanya sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Artinya: Dan menceritakan kepada kami dari Malik sesungguhnya menyampaikan akannya bahwa Rasulullah SAW berkata : Telah kutinggalkan kepada kamu sekalian dua pusaka jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat selamanya (Al-Imam Malik bin Anas, 1989, Juz 2,  hl.30).

Hadist di atas memberikan penjelasan bahwa dalam menjalankan kehidupan kita tidak terlepas dari kedua sumber tersebut, karena dengan sumber ini segala permasalahan hidup bisa diselesaikan.
Menurut  Musfir bin Said Az–Zahrani dalam bukunya yang berjudul  “Konseling Terapi” menjelaskan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam diri manusia yang berguna untuk mempermudah pelaksanaan proses konseling yaitu : Bahwa tabiat dasar manusia adalah baik, namun ada kalanya tabiat tersebut dapat berubah dan sesungguhnya manusia merupakan makhluk terbaik yang telah Allah ciptakan (Az-Zahrani, 2005, 46).
Hal  di atas merupakan konsep Islam yang menyimpulkan bahwa ada beberapa hal sifat manusia yang berkembang. Namun kalau kita lihat konsep Carl Rogers, yang dikutip oleh Herbert dalam bukunya yang berjudul “Theories of Counseling” (1979, 35-39) menyatakan bahwa manusia memiliki ciri–ciri utama yaitu : 1) Tendency toward actualization, 2) Human beings are trustworthy and wiser than their intellects, 3) Human are experiencing beings, 4) Life exist in the moment : life is lived now, 5) Fundamental predominance of  the subjective, 6) A deep human relationship is one of man’s most crying needs.
Dari apa yang dijelaskan oleh Rogers bahwa manusia itu memiliki sifat dan karakteristik sebagai berikut : 1) Memiliki potensi mengaktualisasikan diri, 2) Memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bertanggung jawab, 3) Aktif dan terlibat langsung dalam proses perubahan dan peningkatan diri, 4) Memiliki kesadaran diri, 5) Memiliki rasa takut dan kuatir atas keadaan hidup, 6) Memiliki kesadaran dalam hidup.
Seiring dengan hal di atas  Rogers percaya bahwa manusia itu sejak lahir sudah ingin mengaktualisasikan dirinya serta meningkatkannya, yaitu berupa kesehatan, sosial, realisasi diri dan kemandirian. Hal ini ini bisa dilihat dari tujuan perkembangan manusia yaitu  memungkinkan seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia hidup. Untuk mencapai tujuan ini, maka realisasi diri atau yang disebut dengan “aktualisasi diri” adalah sangat penting. Namun tujuan ini tidak pernah statis. Tujuan ini dianggap sebagai suatu dorongan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, untuk menjadi seperti manusia yang menginginkan kehidupan yang baik secara fisik maupun psikologis (Hurlock, 1994, 3).
Dalam Islam manusia seharusnya mewujudkan jati dirinya, identitas dirinya (self-identity) yang hakiki, yaitu sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah berarti manusia menurut fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (sikap sosial untuk membantu orang lain). Menilik fitrahnya ini, manusia memiliki potensi atau kemampuan untuk bersosialisasi, berinteraksi sosial secara positif dan konstruktif dengan orang lain, atau lingkungannya atau yang kita sebut dengan istilah aktualisasi diri.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an Surah Sad ayat 71-72   sebagai berikut :
øŒÎ) tA$s% y7/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) 7,Î=»yz #ZŽ|³o0 `ÏiB &ûüÏÛ ÇÐÊÈ   #sŒÎ*sù ¼çmçG÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇÐËÈ  
Artinya: (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah".Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya".(Depag RI, 2005, 457).

Disamping kekuatan dan daya-daya kemampuan jasmaniah, semisal  gerak, mencerna makanan, melihat dan lain-lain, manusia dianugrahi Allah kemampuan rohaniah yang kadarnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Kemampuan-kemampuan rohaniah yang dimiliki manusia, dan hal ini banyak disebut dalam Al-Qur’an dan hadist antara lain kemampuan akal pikiran (albab), hati nurani (af’idah), kemampun berbuat untuk mengembangkan diri, pengetahuan, pendengaran dan lain-lain.
Tercipta dari berbagai ragam unsur : jasmaniah, rohaniah, berakal, hati nurani, berpenglihatan, dan berpendengaran, atau yang lazim juga dikatakan memiliki unsur cipta, rasa dan karsa, yang keseluruhannya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan untuk pengembangan diri dan alam semesta ini. Hal ini yang disebut dengan makhluk monopluralis yaitu berkemampuan banyak untuk mengaktualisasikan potensi dirinya.
Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya manusia itu baik dan terpercaya. Kata-kata seperti “bertanggung jawab”, “bisa dipercaya”, “membangun”, “bebas” dan “baik” menggambarkan karakteristik yang melekat pada manusia. Kebutuhan ini sangat penting bagi setiap orang, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Pada anak kebutuhan kebebasan untuk menentukan pilihan dan rasa tanggung jawab nampak dengan jelas, sebab mereka suka bereaksi secara langsung terhadap sesuatu yang mengancam dirinya. Hal yang bisa membuat seperti hal diatas adalah menciptakan iklim kehidupan yang memberi kebebasan (freedom) untuk bereaksi. Pemberian kebebasan untuk berekspresi atau berperilaku itu perlu bimbingan dari orang tua, karena belum memiliki kemampuan mengarahkan perilakunya secara tepat dan benar. Pada orang dewasa kebutuhan ini memotivasinya untuk mencari kerja, menabung uang, atau menjadi peserta asuransi. Orang dewasa yang sehat mentalnya ditandai dengan perasaan aman, bebas dari rasa takut dan cemas (Byrne, 2003, 9).
Sebagai khalifah, manusia juga mengemban amanah, atau tanggung jawab (responsibility) untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan yang nyaman dan sejahtera, dan berupaya mencegah terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Kahfi ayat 29 sebagai berikut :
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%ÏŠ#uŽß  4 bÎ)ur (#qèVŠÉótGó¡o (#qèO$tóム&ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o onqã_âqø9$# 4 š[ø©Î/ Ü>#uŽ¤³9$# ôNuä!$yur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ  
Artinya  : Dan katakanlah (Muhammad), “kebenaraan itu datangnyaa dari Tuhan-mu, barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir” Sesungguhnya kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghapuskan wajah. (itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek (Depag RI, 2005, 297).

Kemudian  sifat bertanggung jawab dalam berbuat  yang disebutkan oleh Carl Rogers bisa kita lihat dan sesuaikan dengan Al-Qur’an Surat Al-Muddassir ayat 38, sebagai berikut :
Ÿ@ä. ¤§øÿtR $yJÎ/ ôMt6|¡x. îpoYÏdu ÇÌÑÈ   
Artinya: Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya (Depag RI, 2005, 575).

Manusia yang diciptakan Allah SWT. sebagai khalifah memiliki kemerdekaan (freedom) untuk mengembangkan diri. Allah SWT melengkapi manusia dengan sifat khouf (rasa cemas, takut, dan khawatir) dan rajaa  (sikap penuh harapan dan optimisme). Kondisi ini merupakan sifat eksistensial manusia yang tak dapat dihindari, dan kedua-duanya merupakan kekuatan yang ada pada diri manusia. Kedua kekuatan yang tampak kontradiktif ini harus hadir di dalam proses perkembangan manusia, tetapi tidak harus berbenturan, melainkan harus sinergi dan harmonis, berkembang ke arah kesatuan. Kondisi eksistensial manusia ini memaknakan bahwa perkembangan manusia terarah kesatuan eksistensi dan bukan keragaman eksistensi.
Selanjutnya Rogers percaya dalam Konseling Client-Centered bahwa manusia itu aktif dan bijaksana dalam peningkatan diri dan  proses perubahan. Sifat itu timbul dalam diri manusia dengan pembelajaran secara sadar, ketika manusia berfungsi secara tidak bertahan dan baik, mereka percaya total terhadap reaksi organisme yang mereka buat, yang  sering menghasilkan kebaikan (walaupun lebih intuitif) penyesuaian dan berfikir dengan sendirinya dalam proses perubahan dan peningkatan diri (Herbert, 1979, 39).
Dalam Islam sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi mempunyai tugas suci yang harus aktif dilaksanakan baik dalam bermasyarakat maupun menyangkut hubungan kepada Allah sesuai dengan fitrah yang dimilikinya, yaitu berbuat baik kepada Allah. Bentuk peningkatan dan pengabdian itu, baik bersifat ritual personal (seperti shalat, shaum, dan berdo’a) maupun peningkatan dan ibadah sosial, yaitu menjalin silaturrahim (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan yang bermanfaat bagi kesejahteraan atau kebahagiaan umat manusia (rahmatan lil’alamin). Sifat manusia yang memiliki kemampuan untuk menjaga kesucian keaktifan fitrahnya menjadi manusia bertaqwa  yang disebutkan oleh Carl Rogers bisa kita lihat dan sesuaikan dengan Al-Qur’an Surat Al-Ruum ayat 30 sebagai berikut :
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), sesuai fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. 1 Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Depag RI, 2005, 407).

            Dari paparan  di atas jelaslah bahwa ada nilai–nilai citra manusia dalam teori konseling yang berpusat pada klien, Rogers yang bersamaan dengan Agama Islam. Pendekatan konseling ini bila dibahas dan ditelusuri, tentu memiliki nilai positif dan negatifnya, nilai positif yang ada di dalam teori tersebut  dijelaskan dan dibahas secara rinci tentang sifat dan ciri manusia yang dikembangkan oleh Rogers, bila dikaitkan dengan konseling Islam. Sehingga bisa mendapatkan suatu nilai yang bisa dijadikan sebagai bahan perbandingan dengan konseling agama Islam, kalau teori tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam yaitu Al-Qur’an dan hadist.


1 Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar.