Ini kisah nyata. Bukan diada adakan. Saya adalah Konselor Sekolah disalah satu smp di kota padang. Biasa dalam sehari-hari menangani permasalahan anak-anak. Smp usia remaja awal yang penuh dengan penasaran dan keingin tahuan siswa.
Dalam satu kesempatan saya mengkonseling seorang anak namanya Alus (nama samaran). Menurut laporan dari walas dan guru-guru mapel, Alus anak yang cerdas, tetapi memiliki masalah emosi. Ia sangat sentimentil, mudah tersinggung dan melampiaskan kemarahannya dengan memukul, meninju bahkan menendang. Tapi dibalik itu ia anak yang g cerdas dan mudah dalam mengikuti pelajaran.
Suatu ketika saya memanggilnya ke kantor bk. Sebelumnya ia telah berkelahi dengan teman satu kelasnya dan ia ingin lari dari sekolah. Awal konseling saya melakukan pengakraban diri. Saya meyakinkan dirinya bahwa saya orang yang bisa dipercaya untuk berbagi masalahnya. Berhasil. Seterusnya saya melakukan penstrukturan, saya menjelaskan padanya apa konseling serta sekilas tentang azaz dan fungsinya.
Ia mengangguk faham.
Konselor (ko): abang alus bisa abang ceritakan kenapa berantam dengan jiko (nama samaran)
Klien (ki): iya, ustadz, awak tadi tidak mengerjakan pr matematika, jiko mengejek awak, awak kesal sama dia makanya ia Alus pukul.
Ko: menurut abang apa dengan memukul si jiko pr alus selesai???
Ki: tidak ustadz...
Air matanya mengalir
Ko: abang alus gimana kalau jiko sempat luka atau cacat karena dipukul apa itu menyelesaikan masalah atau malah nambah masalah??
Ki: hiks hiks hiks
Air matanya bertambah pecah
Saya mengusap-usap punggungnya sambil menyodorkan tisu.
Ko: ok abang alus bagaimana kedepannya, apa masalah itu harus diselesaikan dengan perkelahian bang?
Ki: hiks hiks (masih menangis) tidak ustadz.
Ko: ok, bang Alus, gimana baiknya kalau kita di ejek teman atau dijahili teman?
Ki: hiks hiks , Alus bisa mengingatkannya atau melaporkannya pada ustadz/ustadazh.
Ko: baik, bagus Bang Alus, kedepan seperti itu ya bang, tidak langsung kita mian hakim sendiri, kan bisa saja teman kita bercanda tapi kita salag tanggap, menyangka itu ejekan.
Ki: iya ust.
Ko: bang Alus, ayah ibu masih ada kan?
Ki: masih ust, (tangis yang mulai reda, saya liahat di ujung matanya menyembur kembali)
Ko: Apa Ayah sakit? Atau ibu sakit?
Ki: tidak ust, ayah ma ibu sehat, cuman ayah jarang kunjungan
(Maklum disekolah boarding school)
Ko: jarang kunjungan, emang ayah kamana bang?
Ki: hiks hiks uuuu, ( tangisnya makin serius, saya sangat iba melihat gurat wajah yang mengespresikan kehilangan yang mendalam. Menjaga profesionalis seorang konselor, saya harus kuat, tidak boleh ikut arus kesedihan klien, tapi sumbah tangisnya itu amat menyayat hati, pilu amat kelihatannya. Saya kembali mengusap punggungnya, sesekali mengusap air matanya.)
Ko: abang Alus, ada apa dengan ayah, cerita sama ustadz nak, cerita sama ustadz mana tahu ustadz bisa bantu nak.
Ki: hiks hiks, ustadz, 2 tahun yang lalu ayah sama ibu bercerai, (pisssss TARRRRRR!!!!!!, aku menelan ludah, kata itu mengagetkanku), ayah sibuk jualan dijakarta, ibu pulang ke payakumbuh sama adik Alus. Ayah tidak pernah kunjungan ke sini cuman abi saja yang kunjungan ustadz. Hiks hiks.
Ko: hmmmmm, (saya memeluk Alus sembari mengusap usap punggungnya) ok, bang Alus, mungkin abi bukannya tidak mau kunjungan tapi karena jarak yang jauh jadi sulit datang. (Aku coba menenangkan).
Ki: hiks hiks
Ko: ok bang alus nanti ustadz akan coba hubungi ayah, nanti ustadz sampaikan Alus Rindu sekali sama ayah.
Ki: iya ustadzzz????!!! (Ia menatapku mantap)
Ko: iya, nanti ustadz akan telepon.
Itu baru sedikit penggalan wawancara konseling dengan alaus, dalam pertemuan berikutnya ia bercerita bahwa ayah dan ibunya bercerai hanya karena masalah salah paham, ibunya berwatak keras, begitu juga ayahnya. Tapi saya tidak fokus pada masalah orang tuanya, saya fokus pada keadaan si anak. Memberi penguatan dan motivasi. Di sekolah ada ustadz/ustadzah yang bisa dianggap sebagai ayah atau ibu.
Warga Motor, Bandar Buat, Padang, 10-09-2016
16.59 wib
Mencoret sceen hape menunggu meongku selesai salon
Sabtu, 10 September 2016
Rumah ku karam Anak ku malang
Kamis, 08 September 2016
TANGIS PANTAI PADANG
“ANJINGGGGG!” plakkkk!!, “KURANG
AJAR!” plakkkkk!!!, “BABIIIIIIII!!!!!!!!!!!!!!” “plakkkk!!!!Bertubi-tubi
Nambur, meninju lemari pakaiannya. Lemari triplek ukuran 1.5 m x 1 m di kamar
garin Masjid Ukhwah Belimbing. “DASAR
ANJIIIING!!!!” Plakkkkkk!!!, kini kaki kananya menedang dengan keras, sekali
lagi suara keras berdebam di kamar garin
Masjid Ukhwah tersebut. Sore itu jam 18.10 WIB, sontak membangunkan Roy yang tidur
dikamar garin sebelahnya berlari menuju sumber suara. Ia buka pintu dan melihat
Sahabat senasib seperjuangannya Nambur terduduk tersungkur sambil berderai air
mata, menangis terisak-isak sambil sesekali meninju pintu lemarinya. “Bur!, Bur! Kau kenapa? Roy bertanya sambil
menghalangi tangan Nambur meninju pintu lemarinya lagi. “Woi Bur kau kenapa,
pulang-pulang langsung nangis? “cerita kau! Cerita jangan tangis tak jelas,
cerita kau lae!”. Ia angkat sahabatnya Nambur ke ranjang dan menyodorkan
segelas air minum. “minum kau dulu Bur, tenang kan pikiranmu, Cerita kau,
cerita! Kenapa pulang pulang kau hantam lemari kau. Astaghfirullah, lemari kau
sampai bolong begini, kenapa kau Bur??
“Apa
karna kau rencana itu Bur?” tanya Roy selidik. Nambur tidak menjawab, air
matanya terus mengalir dan tanpa suara, ia minum air yang ada dalam genggamannya
dan menarik nafas panjang. “iya Roy, ini semua tentang yang aku sampaikan 2
hari kemarin. Semuanya sudah jelas”. “ ah jelas cemmana pulak, kau Roy, critamu
mangkin tak jelas aja. “Ah ini sudah jam 18.16, bentar lagi mau azan, nanti aja
kau cerita ya, aku siap-siap dulu bentar lagi waktu maghrib akan masuk”. Saran Roy.
Nambur hanya mengangguk sambil telantang di ranjang garin Masjid Ukhwah
perumahan Belimbing, Apel Raya IV kuranji padang tesebut.
Azan
Maghrib berkumandang, dilantunkan Roy sahabat Nambur yang berasal dari daerah
Sibuhuan. Suaranya merdu berbekal pengetahuan dan ilmu yang didapat dari
Pesantrennya di Parmerahan. Nambur Harahap dan Andika Roy Saputra sama-sama
dipertemukan di bawah Kubah Masjid Ukhwah Perumahan Belimbing. Mereka sama-sama
Mahasiswa di kampus IAIN Imam bonjol Padang. Keduanya telah selesai Kuliah.
Nambur mengajar di Mts N Kuranji sedangkan Roy tangah penyelesaian S2 nya di
IAIN Jurusan Pemberdayaan Masyarakat Islam. Suara Azan menarik tangan Nambur
untuk beranjak mengambil air wudhu dan bersiap-siap untuk menjadi imam solat
maghrib itu. 7 menit berselang solat sunnat Qabliyah maghrib didirikan maka Roy
mengumandangkan Iqomah tanda solat maghrib akan dilaksanakan. Semua berdiri dan
Nambur maju kearah mihrab menjadi imam. Sebelum sampai di mihrab Roy mengasih
kode apa Nambur siap menjadi imam dibalik hatinya yang berkeping-keping. Nambur
mengangguk mengasih kode ia siap.
Waktu berlanjut maghrib selesai ditunaikan. Saatnya
bagi dua sahabat itu berjihad menerangi hati-hati anak-anak komplek tersebut
dengan cahaya ilmu Al Quran. Luar Biasa Nambur, bisa menyembunyikan kesedihannya
dihadapan anak-anaknya. Seperti biasa ia
mengajari mereka Al Quran kadang-kadang diselingi candanya yang khas. Seolah
diwajahnya tidak ada masalah apa-apa, walau jauh didalam hatinya telah selesai
perang Maha Dahsyat yang telah memporak-porandakan pertahanan Imannya.
Waktu
berjalan Isya selesai ditunaikan. “Roy ayok kita ke Pantai Padang, Aku mau
cerita disana”. Tanpa banyak tanya Roy paham apa yang tengah dialami sahabatnya
ini, sebab ia tahu persis bagaimana Nambur telah membuat rencana untuk
mengkhitbah kenalannya yang sudah cukup lama. Supra X 125 meluncur melewati
jalan-jalan di kota padang menuju jembatan muaro kasok di pantai padang. 30
menit berselang mereka sampai di pantai padang.
Di jembatan muaro kasok itu Nambur
mulai bercerita.”Roy kau tahu kan anak simeulue itu?
“iya, aku tahu, walau pun aku tidak
pernah bertemu”,
“kau tahu kan semua rencanaku delapan
bulan ini?”
“hmmm” Roy menggangguk mengiyakan menandakan
ia paham akan jalan cerita Nambur
“Tega Kali dia itu Roy, tega kali”
“apa sudah kau sampaikan niatmu itu
Bur?
“sudah Roy tadi sore aku telepon dia,
meminta jalan untuk ke situ tapi diluar dugaanku, semuanya berantakan Roy.
Air mata Nambur menitik lagi, dari
dalam wajahnya yang humoris pemandangan yang amat aneh melihat Nambur mengharu
resah menahan kesedihan dibalik tangisnya itu. Nambur yang sehari-hari dikenal
periang dan humoris baru kali ini terlihat oleh Roy wajah Nambur mengeluarkan
air mata. Ia sadar perkara yang dihadapi sahabatnya ini bukanlah perkara
sederhana tapi sungguh amat membuat dia berduka.
“Bur, kau cobak lah cerita yang
lengkap biar aku bisa kasih komentar atas masalah kau, dikit-dikit kau malah
nagis, cmana kau ini kalau kek gini gimana aku mau tanggapin? Eh gak takut kau
nanti pantai padang ini Tsunami karna aer mata kau itu. Dah dah lap aer mata
kau itu cerita kau yang lengkap!?”
Nambur menarik nafas panjang sembari
mengusap air matanya, mengucek-ngucek matanya dan melanjutkan cerita.
“gini Roy, Saskia itu, anak simeulue
yang aku ceritakan itu berkali-kali pada mu telah di tunang orang oleh kawan
satu organisasiku”
“apaaaaaa!!!, ah bujang kali itu, kok
bisa begitu pulak ceritanya???
“mungkin ini semua juga adalah
salahku Roy, ini semua salahku. Dulu sewaktu aku sudah tamat kuliah ia
menantangku untuk menikahinya, tapi bodohnya aku, aku tidak meyakinkannya waktu
itu”
“terus-terus?”
“kami sudah kenal hampir 2 tahun,
tapi akrab baru 1 tahun belakangan, dan kami sama-sama takut rasa yang ada ini
menjeruskan pada dosa.” Sekali lagi air mata Nambur menitik ia usap perlahan sambil melanjutkan ceritanya
“Maka 2 minggu setelah aku wisuda ia
mengirimiku sms, isinya ia takut kedekatan ini akan bermuara pada dosa, ghibah
dan rindu-rindu yang tidak halal. Maka ia memimpikan hubungan ini ibarat kisah Ali
bin Abi Thalib dengan Fatimah Az Zahra yang suci tanpa komunikasi, saat itu aku
meminta waktu padanya satu minggu, dalam tempo satu minggu aku akan melamarnya
sekaligus kalau aku tidak ada kabar berarti aku mundur” lagi Nambur mengusap
air matanya
“satu minggi berlalu, dalam waktu
satu minggu itu aku berpikir, bagaimana mungkin aku akan menikahinya padahal
aku baru selesai kuliah, pekerjaan belum ada, kontrakan belum punya dan uang
untuk ini dan itu juga tidak ada. Dimana nanti saya letakkan wajah saya ketika
aku menghadap menyampaikan niatku pada ayahnya dan seluruh keluarganya,
bagaimana pula nanti aku akan menjawab pertanyaan-pertanyaan keluarganya, aku
tidak kuat Roy. Maka dengan berat sangat, aku tidak mengabarinya artinya saya
mundur. Maka 2 hari setelah itu ia menghubungiku dan menantangku, Aku lemas
Roy, aku tak kuat. Maka sejak saat itu komunikasi terputus hingga delapan bulan
lamanya”.
“memang berat juga permasalahan klen
ini” Roy memberi respon
“Dalam hati aku yakin, kalau memang
Jodoh, seseorang itu tidak akan kemana, kalau memang Tuhan menakdirkan dia
untukku pasti dengan cara yang lebih baik kami akan dipertemukan itu
keyakinanku saat itu. Biarlah tidak ada komunikasi sedikitpun sembari itu aku
akan berjuang keras, mengumpulkan uang, mencari kontrakan sambil meyakinkan
orang tua ku bahwa walau berjauhan berlainan suku kita bisa membina surga di
dunia, tapi salah Roy, Jodoh itu memang ada tapi harus diperjuangkan dan di
usahakan, disanalah salahku”.
“iya, tapi kau salah juga Bur, memang
kalau kau serius sama dia kenapa tidak kau kasih keyakinan padahal kau kan
sudah berjuang sejauh ini, kontrakan sudah kau siapkan, kuliah S2 kau
tinggalkan demi menikah menjemput marjanmu itu. Aneh pulak kau tak kabari atau
sekalipun tak ada komunikasi kasih dia kode kau masih menyimpan rasa padanya
kau sudah berjuang sejauh ini. Belum lagi cerita kau tentang meyakinkan omakmu”
balas Roy
“itulah kebodohanku Royyyyy, itu lah
hiks hiks hiks, “ lagi air mata Nambur menetes jatuh melewati jembatan muaro
kasok panjalinan berbaur dengan asinnya laut Kota Padang
“Bur, ingat kau jangan terpaku pada
semua masalah mu ini, aku paham bagaimana perasaanmu saat ini. Tapi ini sudah
terjadi. Ini bukanlah kehendak kita atau siapa pun, kita tidak baik menyalahkan
sipa-siapa, termasuk juga kau, kau itu tidaklah salah. Ini semua Takdir Bur,
ini kehendak yang Maha Kuasa. Disinilah keimananmu diuji” Roy memberi semangat
pada temannya sambil mengusap-usap punggung temannya.
“Bur, kalau kau berlarut-larut dalam
kesedihanmu aku yakin kau akan sakit. Sudahlah kau percaya kan dengan takdir?”
Nambur mengangguk mengiyakan.
“inilah pilihan Tuhan yang diberikan
pada kalian berdua, aku yakin Saskia pun mengalami sakit seperti yang kau
rasakan, apa lagi ketika kau tidak memberi kabar selama delapan bulan, Bur itu
bukanlah waktu yang singkat. Tapi ia bangkit dan melihat sisi baik, dan mungkin
ini adalah jalan cerita yang Allah buat untuk kalian bahwa kalian terlalu larut
dalam asmara kalian sehingga kalian menduakan Allah. Makhluknya lebih kalian
cintai dari pada penciptanya. Kembalikanlah semuanya pada Allah, Allah akan
memberikan jalan keluar untuk semua masalahmu itu” lagi Roy memberi semangat
pada sahabatnya ini
“Bur, ingat kalau kau amat sedih
teleponlah omak kau, mintalah pendapatnya, telopon abangkau, ingat kau masih
ada orang-orang terkasih yang sedia mendengarkan ceritamu, berbagilah pada
mereka nanti perlahan ada kau temukan kelapangan disana. Semua yang telah kau
siapkan ini anggap saja sebagai latihan untuk menjadi lebih dewasa. Yakinlah Bur
Rencana Allah pasti lebih baik dari pada apa yang kita harapkan. .....
“semoga saja Roy”
Padang,
09-09-2016
10.38
WIB
Langganan:
Postingan (Atom)